Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kehutanan menyebut perlu anggaran Rp 400 triliun dalam merealisasikan program penurunan emisi gas rumah kaca melalui sektor kehutanan dan penggunaan lahan atau (Forestry and Other Land Use/FOLU Net Sink).
Penasehat Senior Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 Kemenhut Ruandha Sugardiman mengatakan, kebutuhan anggaran ini melonjak dua kali lipat dari prodiksi awal yang mencapai Rp 200 triliun di tahun 2022.
Hal itu lantaran penurunan emisi di sektor FOLU perlu dilakukan secara simultan dengan sektor lainnya seperti energi, pertanian, limbah dan industri.
"Sehingga menggandalkan APBN saja tentu tidak cukup. Karena itu, kami terus mencari dan menggalang berbagai sumber pendanaan, termasuk hibah internasional dan kerja sama bilateral,” ujar Ruandha dalam Workshop Jurnalis FOLU Net Sink 2030, Jumat (16/5).
Ruandha melaporkan saat ini pemerntah telah berhasil mengumpulkan anggaran Rp 21 triliun dengan skema dana lingkungan yang dikelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Sejumlah Kader PSI Jabat Struktur FOLU Net Sink 2030, Tata Kelola Dipertanyakan
Dana tersebut telah dialokasikan ke lebih dari 50 mitra pelaksana yang menjalankan berbagai proyek FOLU di lapangan, mulai dari rehabilitasi hutan, restorasi gambut hingga pengelolaan lahan lestari.
Namun begitu, Ruandha mengakui nilai ini masih jauh dari kebutuhan anggaran yang mencapai Rp 400 triliun. Sementara FULU Net Sink ditergetkan bisa tercapai di tahun 2030.
Untuk itu, Ruandha bilang, pemerintah terus membuka berbagai skema pendanaan FOLU Net Sink. Salah satu yang terus dioptimalkan yakni meleui carbon market yang telah diresmikan sejak September 2023.
"Kita juga masih gali terus dari berbagai sumber-sumber disetiap negosiasi yang kita lakukan," ujar Ruandha.
Mengutip situs resmi Kementerian Kehutanan, FOLU Net Sink merupakan target yang ingin dicapai lewat aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan. Adapun FOLU Net Sink 2030 menarget kondisi di mana tingkat serapan dari sektor ini sudah lebih tinggi daripada tingkat emisi pada 2030.
Kebijakan ini disebut sebagai bentuk keseriusan Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta mengendalikan perubahan iklim beserta dampaknya.
Indonesia FOLU Net Sink 2030 juga diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021. Di dalamnya diatur empat strategi utama yang meliputi menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon.
Sementara itu, Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022 mnyampaikan adanya lima bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030. Bidang I Pengelolaan Hutan Lestari, Bidang II Peningkatan Cadangan Karbon, Bidang III Konservasi, Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut, serta Bidang V Instrumen dan Informasi.
Kemudian ada juga 15 kegiatan aksi mitigasi Indonesia FOLU Net Sink 2030. Beberapa di antaranya ialah pengurangan laju deforestasi lahan mineral, restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut, konservasi keanekaragaman hayati, serta rehabilitasi mangrove dan forestasi pada kawasan bekas tambang.
"Diproyeksikan sektor FOLU akan berkontribusi hampir 60% dari total target penurunan emisi gas rumah kaca yang ingin diraih oleh Indonesia melalui upaya sendiri (skenario CM1)," bunyi keterangan yang dikutip dari situs Kemenhut.
Baca Juga: PSI Buka Suara Soal Banyak Kader Masuk Jajaran FOLU Net Sink 2030
Selanjutnya: TBS Energi Utama (TOBA) Jual Seluruh Saham di PLTU Sulbagut-1
Menarik Dibaca: 13 Makanan yang Tidak Boleh Dimakan Berlebihan oleh Penderita Asam Lambung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News