Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat kepatuhan pajak tidak mencapai target di akhir 2019. Ini disinyalir karena perluasan basis pajak terhadap wajib pajak potensial belum optimal.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 30 Desember 2019 realisasi tingkat kepatuhan pajak dari surat pemberitahuan (SPT) Tahunan berada di level 72,92% atau masih di bawah target yang ditetapkan pada awal tahun lalu sebanyak 80%.
Baca Juga: PNBP sektor minerba menggunakan jenis dan tarif baru
Namun tingkat kepatuhan itu lebih baik dari tahun 2018 yang di level 71,09%. “Masih ada pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya atau sekitar 820.000 SPT Tahunan lebih banyak, sampai akhir tahun 2019 sudah di level 73%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama kepada Kontan.co.id, Selasa (31/12).
Padahal kantor pajak telah mengupayakan peningkatan kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, terutama untuk WP badan dan WP orang pribadi karyawan pada tahun lalu dengan berbagai metode. Pertama, memperluas kerja sama konfirmasi status wajib pajak (KSWP) ke beberapa kementerian dan lembaga yang terkait dengan perizinan.
Skema KSWP ini secara tidak langsung bisa memaksa wajib pajak untuk melangkapi dokumen dan kewajiban perpajakannya sebelum melakukan aktivitas berusaha. Sebagai contoh orang yang sedang mengurus perizinan berusaha, salah satu klausul ketentuannya pengusaha wajib melampirkan nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Sampai saat ini KSWP setidaknya telah diterapkan bersama dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta pemerintah daerah yang kebetulan berhadapan langsung dengan pelayanan perizinan.
Cara kedua, lewat compliance risk management (CRM) sebagai upaya dalam kegiatan ekstensifikasi pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan wajib pajak. Yoga menjelaskan lewat CRM otoritas pajak dapat menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi WP secara spesifik. Sehingga, berguna untuk kegiatan pemeriksaan dan pengawasan wajib pajak.
Baca Juga: Berbagai tarif naik tahun ini, Kemenkeu siapkan segambreng instrumen fiskal
Yoga memaparkan CRM dapat difungsikan sebagai penagihan pajak lewat surat paksa. Sehingga, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dapat menentukan prioritas penagihan yang mengacu Daftar Prioritas Tindakan Penagihan Pajak (DPTPP).
Sayangnya bila dibedah kerdasarkan kuantitas SPT di periode tersebut, jumlah wajib pajak yang tercatat sekitar 41,99 juta dengan 18,33 juta atau 39% dari total wajib pajak wajib menyampaikan SPT. Dengan total wajib pajak yang wajib SPT sebanyak 18,33 juta, realisasi wajib pajak yang wajib lapor SPT hanya sebanyak 13,37 juta.
Sementara itu, dari tiga klasifikasi pelapor SPT, wajib pajak badan mencatatkan realisasi paling rendah yakni hanya 961.000 atau setara 65,28% dari total wajib pajak terdaftar sebanyak 1,47 juta wajib pajak. Kemudian secara berurutan disusul wajib pajak orang pribadi karyawan sebesar 73,2% tingkat kepatuhan. Lalu, wajib pajak orang pribadi non-Karyawan di level 75,31%.
Baca Juga: Shortfall penerimaan pajak 2019 terancam membengkak dari tahun-tahun sebelumnya
Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, tingkat kepatuhan pajak di tahun lalu mencerminkan minimnya ektensifikasi perluasan basis pajak. Utamanya kepada wajib pajak badan yang masih mencatatkan tingkat kepatuhan rendah. Padahal itu adalah salah satu pos penerimaan pajak terbesar.
“Seharusnya dengan berbagai instrument bisa menjaring wajib pajak potensial, kalau hanya mengandalkan wajib pajak orang pribadi karyawan itu alamiah seiring bertambahnya jumlah pekerja setiap tahun,” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Namun demikian, Prastowo mengapresiasi peningkatan wajib pajak orang pribadi non-karyawan dibanding periode sama tahun 2018 yang hanya mencapai 61,5%. Prastowo menyarankan, ke depan kantor pajak dapat menjaring wajib pajak baru berdasarkan potensinya.
Baca Juga: Dana repatriasi tax amnesty diprediksi masih bertahan di Indonesia
Mengingat sejak tahun 2018-2019 pemerintah setidaknya telah mengumpulkan data informasi keuangan mulai dari Automatic Exchange of Information (AEoI), data rekening nasabah perbankan lebih dari Rp 1 miliar, sampai informasi dari pihak ketiga. Diharapkan, secepatnya kantor pajak memvalidasi data yang sudah terkumpul, lantas bisa dimanfaatkan pada 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News