kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

The Fed Masih Agresif Kerek Suku Bunga Bagaimana Respon Kebijakan Moneter BI di RDG?


Kamis, 22 September 2022 / 07:23 WIB
The Fed Masih Agresif Kerek Suku Bunga Bagaimana Respon Kebijakan Moneter BI di RDG?
ILUSTRASI. A man walks past Bank Indonesia headquarters in Jakarta, Indonesia, September 2, 2020. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Bidara Pink, Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) hari ini akan mengumumkan arah kebijakan moneter menyikapi perkembangan ekonomi terkini, baik di dalam negeri maupun ekonomi global.

Ekonom memperkirakan BI akan kembali mengerek tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) para Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung mulai Rabu (21/9) kemarin hingga hari ini Kamis (22/9).

Arah kebijakan moneter cenderung ketat ini dilakukan oleh BI untuk merespon lonjakan inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri khususnya harga BBM jenis Pertalite, Pertamax juga solar sejak 3 September 2022.

Kebijakan kenaikan harga BBM ini mendorong laju inflasi bulanan pada September 2022 ini di atas 1%, di tengah tingkat inflasi secara tahunan pada Agustus 2022 lalu yang sudah tinggi yakni di level 4,69%

Baca Juga: Ada RDG BI, Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Kamis (22/9) Ini

Di sisi lain bank sentral negara-negara maju juga sedang agresif mengerek suku bunga kebijakan moneter mereka.

Terakhir Gubernur Federal Reserve Jerome Powell menggelar konferensi pers Rabu (21/9) semalam waktu Indonesia Bagian Barat telah mengumumkan kenaikan suku bunga kebijakannya sebesar 75 basis points (bps) untuk ketiga kalinya ke kisaran 3,00%-3,25% 

Beberapa ekonom yang dihubungi KONTAN pada awal pekan ini juga memprediksi Bank Indonesia (BI) akan mengerek suku bunga acuan hingga akhir tahun.

Pertimbangan BI menurut mereka, tak hanya karena faktor domestik inflasi tinggi akibat kenaikan harga BBM, tapi juga merespons situasi global.

Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual dan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, bank sentral akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps) pada bulan September 2022 menjadi 4%.

Baca Juga: Luhut Buka Perdagangan Wall Street Rabu (21/9) Indeks Sempat Menguat, Lalu Tumbang

Tidak hanya itu, David memperkirakan BI akan melanjutkan kebijakan mengerek bunga acuannya masing-masing 25 basis poin pada Oktober 2022, November 2022, dan Desember 2022. 

Alhasil, suku bunga acuan BI pada akhir tahun berada di level 4,75%.

Dari sisi domestik, pertimbangan kenaikan  suku bunga seiring tekanan inflasi di dalam negeri. 

David mengimbau, BI mencermati pergerakan inflasi tinggi September 2022 sudah di atas 1% karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). 

"Jadi akan ada peningkatan inflasi, seperti biaya transportasi. Dan belum nanti dampak lanjutan, yang bisa saja banyak peningkatan harga lain," kata David kepada KONTAN, Minggu (18/9).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, naiknya suku bunga acuan juga karena potensi kenaikan suku bunga acuan the Fed di kisaran 75 bps hingga 100 bps. 

Kebijakan The Fed ini akan membuat ketidakpastian terhadap pergerakan nilai tukar rupiah.

Namun, Josua percaya BI masih tetap akan bisa menjaga stabilitas rupiah dengan masih tambunnya cadangan devisa dan berbagai langkah intervensi yang akan disiapkan.

Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Berpotensi Melemah Hari Ini

Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Rima Prama Artha meyakini peningkatan suku bunga acuan ini bukan yang terakhir kalinya. Ada peluang BI akan mengerek kembali suku bunga acuan di sisa tahun 2022.

Menurut perhitungan Rima, potensi kenaikan sekitar 50 bps hingga 75 bps dari posisi Agustus 2022. "Jadi, kalau suku bunga acuan pada bulan September naik, mungkin bia ada peningkatan satu hingga dua kali lagi hingga akhir tahun 2022," tandas Rima.

Ekonomi melambat

Sementara, Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz melihat, meski bisa menahan lonjakan inflasi dan menarik arus investasi asing, kenaikan bunga acuan akan mengerek biaya pinjaman hingga menurunkan harga aset keuangan. Alhasil, pertumbuhan ekonomi, bisa terhambat di tengah pemulihan.

Faiz memperkirakan, dampaknya akan terasa pada tahun depan. Proyeksi Faiz, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 akan mencapai 5,32% yoy dan tahun 2023 melambat menjadi 5,10%.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman juga melihat ada risiko dampaknya menekan progres pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut perkiraan Faisal, dampak ke pertumbuhan ekonomi akan terasa di semester I-2023.

"Mungkin di semester I-2023, karena inflasi secara tahunan juga kemungkinan masih tinggi dan baru akan berkurang di paruh kedua tahun depan," kata Faisal.

Meski akan mengurangi potensi akselerasi pertumbuhan ekonomi, Faisal optimistis dampaknya ke pertumbuhan akan masih minim karena perbankan tidak langsung meneruskan kenaikan dengan mengerek suku bunga kredit.

Selain itu, BI juga masih akomodatif dalam menjalankan kebijakan makroprudensialnya, sehingga ini bisa menjadi kekuatan bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Proyeksi Faisal, pertumbuhan ekonomi di sepanjang tahun 2022 masih bisa berada di level 5,17%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×