Reporter: Handoyo, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah terus berupaya menekan waktu tunggu bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan. Setelah memeriksa importir di pelabuhan, akhirnya Kementerian Perdagangan (Kemdag) menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 48/M-DAG/PER/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. Aturan ini merupakan revisi dari Permendag nomor 54/M-DAG/PER/1/2009.
Dalam beleid yang akan efektif berlaku mulai 1 Januari 2016 ini, termuat kewajiban bagi importir untuk memiliki dokumen izin impor sebelum barang yang dimaksud masuk ke area kepabeanan. Bagi importir yang tidak mematuhinya, Kemdag akan memberi sanksi pembekuan angka pengenal importir (API). Bila barang impor yang masuk tidak mengantongi izin dari Kemdag, barang impor itu wajib diekspor kembali.
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan pengetatan aturan impor ini bertujuan untuk memudahkan proses pemasukan barang di pelabuhan. "Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), kalau masalah dwelling time tidak diselesaikan sekarang, maka cost (biaya distribusi) akan tinggi," ujar dia, akhir pekan lalu.
Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono menambahkan, perbaikan aturan impor ini perlu dilakukan agar Indonesia bisa bersaing di pasar bebas ASEAN saat berlakunya MEA, awal tahun 2016.
Tapi, ia menekankan perbaikan sistem ini tidak hanya melibatkan importir saja, tapi juga melibatkan seluruh pihak terkait. "Kami saat ini juga sedang melakukan koordinasi seluruh kementerian/lembaga untuk memotong apa yang membuat dwelling time menjadi tinggi," katanya.
Catatan saja, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo meminta seluruh jajarannya untuk berkoordinasi demi menekan waktu tunggu bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok. Dwelling time yang kini 5,5 hari ditargetkan menjadi 4,7 hari.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi bilang, untuk menekan dwelling time dari sisi kepabeanan, Bea Cukai mengusulkan sinergi antar kementerian/lembaga (K/L) dalam bentuk sharing profile. Ia mencontohkan, bila bea cukai mendapati satu perusahaan yang sudah tiga hari tidak mengurus pemberitahuan impor barang (PIB), maka informasi ini akan diteruskan ke K/L terkait yang dikoordinasikan oleh otoritas pelabuhan. Nantinya, informasi ini bisa dikumpulkan oleh otoritas pelabuhan sebagai data dasar yang berisi daftar perusahaan yang masuk kategori baik dan buruk dalam memenuhi prosedur bongkar muat di pelabuhan.
Ditjen Bea Cukai juga mendorong penerbitan larangan pembatasan yang lebih cepat dan memberikan masukan ke K/L mengenai aturan yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan dalam proses pre clearance.
Tapi, Ketua II Bidang Perdagangan Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) Erwin Taufan menilai, revisi aturan impor ini sejatinya tak berdampak signifikan pada penurunan dwelling time bila tak ada perbaikan koordinasi antara K/L terkait. Menurut dia, pemerintah seharusnya melihat permasalahan dwelling time secara keseluruhan. "Selama ini regulasi antar kementerian yang satu dengan yang lain tidak ada sinergi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News