Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tobacco Control Support Center -Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) mendesak adanya peraturan yang melarang secara penuh iklan, promosi, dan sponsor dari perusahaan rokok. Peraturan larangan iklan rokok sendiri akan menjadi tuntutan utama dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) pada 31 Mei 2013 nanti.
Ketua TCSC IAKMI, Kartono Mohamad, mengatakan, ekspansi berupa iklan dan promosi dari perusahaan rokok sudah semakin gencar dan mengancam kesehatan masyarakat. "Sejak PP 109 Tahun 2012 tentang pengamanan produk tembakau terbit, iklan rokok malah semakin gencar," ujarnya di Jakarta, Rabu (29/5).
Menurut Kartono, keberadaan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan produk tembakau dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran hanya sebatas pembatasan iklan dan promosi saja. Ia menilai, diperlukan adanya kebijakan baru yang melarang secara penuh bentuk iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau atau rokok.
Dia lantas menyontohkan, dari seluruh negara di Asia Tenggara hanya Indonesia saja yang masih mengizinkan adanya iklan produk rokok di media massa. Ia menilai, iklan, promosi, dan sponsor produk rokok memiliki target konsumen para anak muda yang sangat potensial menjadi pelanggan setia dalam jangka panjang.
TCSC IAKMI mencatat Industri rokok di Indonesia telah menghabiskan sedikitnya Rp 2 triliun per tahun untuk belanja iklan. Angka ini masih belum termasuk kegiatan lainnya sepertri media sosial, CSR, outlet penjualan, sponsor seni, serta olah raga.
Menurut Kartono, dalam revisi UU Penyiaran yang sedang dibahas Komisi I DPR RI harus mencantumkan larangan adanya iklan rokok tanpa pengecualian jam tayang. Seperti diketahui, saat ini dalam UU Penyiaran tercantum ketentuan iklan rokok hanya diperbolehkan pada pukul 21.30-pukul 05.00 pagi.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Ezky Suyanto, mengatakan dalam revisi UU Penyiaran sudah dicantumkan larangan iklan rokok tanpa ada pengecualian. "Nantinya semua tayangan tidak boleh ada bentuk rokoknya," ujarnya.
Menurut Ezky, frekuensi yang dimiliki perusahaan TV adalah milik publik sehingga dalam ruangan publik tidak boleh terdapat barang berbahaya. Ezky beranggapan, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) rokok merupakan zat adiktif berbahaya sehingga perlu adanya larangan khusus.
Ezky mengatakan, nantinya akan ada sanksi berupa denda kepada perusahaan TV yang menampilkan produk-produk rokok. Namun, ia mengatakan belum ditentukan besarannya. Sesuai dengan ketentuan UU Penyiaran yang masih berlaku saat ini, denda kepada perusahaan TV adalah sebesar Rp 10 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News