Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi nisbah pajak atau rasio pajak (tax ratio) Indonesia nampak terus turun dalam kurun waktu satu windu terakhir.
Penurunan terjadi berturut-turut dari tahun 2013 hingga tahun 2017, meski sempat naik tipis di tahun 2018, tax ratio kemudian kembali turun dan merosot tajam di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, penurunan tax ratio tersebut sehubungan dengan indikator tax buoyancy yang juga melemah bahkan dalam satu dekade terakhir.
Sebelumnya, tax buoyancy merupakan sebuah indikator untuk mengukur respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi yang direfleksikan oleh pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Mengkhawatirkan, Faisal Basri sebut penurunan tax ratio Indonesia paling parah
Darus lalu mengatakan, tax buoyancy Indonesia selama 1 dekade terakhir hanya 0,83. artinya, pertumbuhan PDB 1% hanya berakibat bagi pertumbuhan penerimaan pajak rata-rata sebesar 0,83%.
“Sehingga ini berarti, pertumbuhan ekonomi yang tumbuh pesat, tidak diimbangi dengan pertumbuhan penerimaan pajak,” ujar Darus kepada Kontan.co.id.
Sehingga demikian, konsekuensinya adalah tax ratio terus menurun. Karena melihat dari formula perhitungannya, penerimaan pajak sebagai pembilang meningkat perlahan. Sementara pertumbuhan ekonomi sebagai penyebut tumbuh lebih pesat.
Nah, dengan melihat kondisi tahun 2020, Darus mengingatkan penurunan tax ratio merupakan hal yang umum terjadi di saat resesi atau krisis ekonomi. Apalagi, aktivitas ekonomi turun, sehingga berpengaruh bagi lesunya pajak, plus pemerintah memberikan berbagai relaksasi yang membuat meningkatnya belanja pajak.
“Jadi, melemahnya tax ratio merupakan sesuatu yang mengikuti siklus ekonomi. Contoh, pada krisis keuangan global, rata-rata tax ratio di negara Asia Pasifik turun lebih dari 1%,” tegas Darus.
Baca Juga: Meski ada pandemi, laba Bank BCA Syariah tumbuh dua digit di tahun 2020