Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Muhammad Misbakhun, Anggota Komisi XI dan Anggota Balai Legislatif DPR mengatakan, DPR sudah menerima amanat presiden (ampres) pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Tax Amnesty.
Pada awal masa sidang, 11 Januari 2016 ampres akan dibacakan dan dilanjutkan pada proses pembahasan.
Ia memperirakan, pembahasan akan selesai sebelum Februari 2016.
Maklum, pemerintah dan DPR telah melakukan pembahasan informal terkait poin-poin yang ada pada RUU Pengampunan Pajak ini.
Namun, ditengarai ada beberapa perubahan, baik dari besaran tarif hingga ketentuan khusus bagi para pengemplang pajak.
Pada draf sebelumnya, terdapat ketentuan khusus bagi wajib pajak (WP) yang menyatakan ikut kebijakan pengampunan pajak dan mendapat restu dari pemerintah sebelum 1 Januari 2016
Ketentuan tersebut antara lain menghapus pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana pajak untuk kewajiban perpajakan sebelum 1 Januari 2016 atau sebelum akhir tahun buku 2015 yang belum diterbitkan ketetapan pajak.
Pengemplang ini juga berhak mendapat penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan berdasarkan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar plus tambahannya, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding dan peninjauan kembali Mahkamah Agung (MA) yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.
Petugas pajak juga tidak akan melakukan penagihan aktif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tidak juga dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana perpajakan.
Tidak hanya itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menghentikan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan untuk kewajiban perpajakan sebelum 1 Januari 2016 atau sampai akhir tahun buku 2015.
Jika ada wp yang sedang dilakukan upaya hukum peninjauan kembali ke MA yang diajukan DJP, itu juga dihentikan.
Ketentuan itu berlaku dengan skenario jika UU Tax Amnesty berlaku tahun lalu.
Tetapi, pembahasan yang molor kemungkinan akan mebuat ketentuan ini berubah.
Misbakhun tidak secara eksplisit menyebutkan apakah ketentuan ini tetap berlaku atau tidak.
Yang jelas, kata dia, keuntungan yang akan diperoleh pengemplang pajak ini selain penghentian pemeriksaan sebelum ada putusan adalah pemotongan jumlah pokok terutang.
"Denda bunga akan dihapus dan jumlah utang pokok pajak di diskon 50%," jelasnya.
Ia menilai, saat ini kualitas petugas pemeriksa pajak masih rendah.
Hal ini tercermin dari jumlah sengketa pengadilan pajak yang berhasil dimenangkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Menurut Misbakhun, jumlahnya sangat minim.
"90% kasus sengketa sudah dalam tahap banding dan peninjauan kembali (PK) itu DJP kalah," imbuhnya.
Hal itu dijadikan acuan atas kebjiakan korting jumlah utang pokok tersebut.
Salah satu penyebab para wajib pajak yang belum melakukan pembayaran utang pajak lantaran mereka masih tersangkut sengketa pajak.
Terkait tebusan, menurut Misbakhun, dalam draf yang anyar, kisarannya adalah 1,5%-2% dari total utang pajak pada tiga bulan pertama 2016, sebesar 3%-4% di tiga bulan ke dua.
Terakhir, 5%-6% untuk penghapusan di enam bulan terakhir 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News