Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Wakil Menteri Inevestasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu buka suara terkait kebijakan penyesuian tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025.
Todotua mengatakan bahwa pada tahun depan pihaknya harus mengejar target investasi jumbo sebesar Rp 1.900 triliun, yang akan berasal dari penanaman modal dalam negeri maupun asing.
Ia menilai kenaikan tarif PPN 12% tentu memiliki dampak terhadap investasi. Hanya saja, pihaknya telah menyiapkan strategi insentif untuk menarik lebih banyak investor datang ke Indonesia.
"Ya tentunya (sudah memperhitungkan PPN 12%), tetapi kita punya strategi insentif yang akan kita berikan pada pelaku investor yang akan masuk," ujar Todotua kepada awak media di Jakarta, Rabu (20/11).
Ia menambahkan, pemerintah akan terus memantau dan mengevaluasi besaran investasi yang masuk serta dampaknya terhadap ekonomi, terutama terkait dengan kebijakan baru seperti PPN 12%.
Baca Juga: Tak Hanya PPN 12%, Kebijakan Pajak Ini Juga Dianggap Membebani Masyarakat
"Tentu akan kita lihat seberapa besar nilai investasi yang akan masuk dan juga coverage terhadap efek misalnya PPN 12%," katanya.
Sebagai catatan, realisasi investasi kuartal III 2024 telah mencapai Rp 431,38 triliun.
Realisasi investasi tersebut tumbuh 15,24% year on year (yoy), dan lebih tinggi 0,72 % dibanding kuartal sebelumnya.
Angka realisasi ini juga setara 26,15% dari target investasi yang dipasang Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp 1.650 triliun.
Untuk menarik minat investor, pemerintah sebenarnya sudah memperpanjang fasilitas tax holiday hingga Desember 2025.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024. Penerbitkan aturan ini dilakukan sebagai respons atas berakhirnya masa berlaku pengajuan fasilitas pajak pada 8 Oktober 2024 lalu, serta untuk mendukung sistem administrasi perpajakan yang baru.
Baca Juga: PPN Naik, Pasar Sepeda Motor Terjun
Mengutip Laporan LPEM FEB UI dengan judul Indonesia Economic Outlook 2024, kenaikan tarif PPN 12% dapat menghalangi pengunjung internasional yang menganggap Indonesia kurang hemat biaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah.
Situasi ini juga dapat memengaruhi investasi asing, karena investor sering mencari daerah dengan lingkungan pajak yang lebih menguntungkan.
Selain itu, peningkatan biaya produksi yang terkait dengan PPN yang lebih tinggi dapat mengurangi daya saing ekspor Indonesia di pasar global. Tantangan implementasi juga perlu diperhatikan.
Kenaikan PPN dapat menyebabkan peningkatan tax avoidance atau tax evasion, terutama di sektor-sektor yang memiliki tingkat informalitas yang tinggi atau pengawasan yang terbatas.
"Risiko ini mengancam melemahkan tujuan pendapatan pemerintah dan mempersulit upaya penegakan hukum, sehingga berpotensi mengimbangi manfaat yang diharapkan dari kenaikan tarif PPN," tulis LPEM FEB UI dalam laporannya, dikutip Rabu (20/11).
Baca Juga: Harga Meningkat, Nilai Ekspor Kopi Indonesia Melesat
Selanjutnya: Tersangka Pengadaan APD Covid19 Beli Pabrik Air Minum Rp 60 Miliar Pakai Uang Korupsi
Menarik Dibaca: Ponyo dan 5 Film Animasi Anak-Anak Bertema Petualangan di Lautan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News