Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tarif pertambahan nilai (PPN) 12% yang sedianya berlaku pada 1 Januari 2025 mendatang, tengah menjadi sorotan. Banyak pihak menolak kebijakan tersebut, lantaran dikhawatirkan semakin menekan daya beli masyarakat yang kini tengah menurun.
Meski secara persentase kenaikannya kecil, namun beban yang ditanggung masyarakat sebenarnya lebih besar. Hitungan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kenaikan tarif PPN dari 10% di 2021 menjadi 12% pada tahun depan membuat beban yang ditanggung masyarakat dalam setiap transaksi, meningkat hampir 20% pada periode tersebut, dibanding saat tarif pajak konsumsi masih 10%.
"Tarif PPN naik dari 10% jadi 12% saya hitungnya (beban) naik 20% untuk periode 2022 hingga 2025," kata Bhima kepada KONTAN, Selasa (19/11).
Baca Juga: Proyeksi Kenaikan Upah Minimum Cuma 1%-3%, Serikat Pekerja Tolak Tarif PPN 12%
Padahal lanjut Bhima, kenaikan upah minimum tak sebesar itu. Pada tahun 2023, rerata upah minimum provinsi (UMP) hanya naik 7,5% dibanding tahun sebelumnya. Sementara di 2024, rerata UMP hanya naik 3,6%. Sementara UMP 2025 belum ditetapkan.
Bhima juga mengatakan, kenaikan tarif PPN berisiko mendorong inflasi. Tahun depan, inflasi diperkirakan melonjak ke kisaran 4,5% hingga 5,2%.
"Apalagi dibarengi dengan pergeseran subsidi bbm ke BLT. Itu implikasi inflasinya tinggi sekali," tambahnya.
Baca Juga: Tarif PPN 12% Berpotensi Memperburuk Tingkat Kemiskinan Hingga Kerek Inflasi
Sebelumnya, Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo buka suara terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut. Kata Yustinus, dirinya pernah secara langsung berdiskusi dengan para pengurus di asosiasi ritel yang hampir semua khawatir dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%, industri ritel juga akan ambruk imbas masyarakat menahan belanjanya.
Ia menambahkan, apabila dampak kenaikan tarif PPN menjadi 12% menyebabkan kelesuan ekonomi dan menuntut alokasi perlindungan sosial dan insentif bagi pelaku usaha yang lebih besar, maka pemerintah bisa mempertimbangkan untuk menunda kenaikan tarif tersebut.
Selanjutnya: Ganjil Genap Jakarta Sore-Malam (19 November 2024), Simak Jadwal dan Jalan
Menarik Dibaca: Promo Hypermart sampai 21 November 2024, Bumbu Racik-Margarine Beli 2 Lebih Murah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News