Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menetapkan perlakuan perpajakan atas pengalihan partisipasi interes pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Tujuannya, untuk memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Partisipasi Interes pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Beleid ini berlaku per tanggal 31 Agustus 2021.
Pasal 7 PP 93/2021 menjelaskan, penghasilan dari pengalihan partisipasi interes tersebut dianggap sebagai penghasilan bagi kontraktor dan dikenai pajak penghasilan (PPh) final melalui dua skema.
Pertama, sebesar 5% dari jumlah bruto untuk mengalihkan partisipasi interes selama masa eksploitasi. Kedua, sebesar 7% dari jumlah bruto bagi pengalihan partisipasi interes selama masa eksploitasi.
Baca Juga: Jual Blok Migas, Pemilik Masih Mencari Mitra Strategis
Dalam hal tersebut, kontraktor menjadi pihak yang diwajibkan untuk memotong dan/atau membayar serta melaporkan PPh atas pengalihan partisipasi interes. Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam peraturan menteri keuangan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan diterbitkannya PP 93/2021 sekaligus untuk mendukung restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dapat mendorong kegiatan usaha migas.
Neilmaldrin menjelaskan, selain mengatur perhitungan tarif PPh Final usaha hulu migas, definisi partisipasi interes juga diubah dari aturan sebelumnya yakni PP Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Dalam beleid tersebut didefinisikan partisipasi interes adalah hak dan kewajiban sebagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu Wilayah Kerja.
Lantas, pada PP 93/2021 pengertian partisipasi interes menjadi hak, kepentingan, dan kewajiban kontraktor berdasarkan kontrak kerja sama di bidang migas.
Baca Juga: Investor asal Rusia akan menjadi mitra Premier Oil untuk menggarap Lapangan Tuna
“Hal ini juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan meningkatkan iklim investasi pada sektor terkait sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Senin (6/9).
Ia menambahkan, pada akhirnya, penerbitan PP 93/2021 juga dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mendukung reformasi perpajakan melalui administrasi perpajakan yang lebih baik.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menilai, bagi investor diberlakukannya beleid tersebut sangat penting dalam hal kepastian hukum, karena adanya ketentuan pajak apabila melakukan peralihan usaha migas, Sebab, dalam praktiknya saat ini dihitung dalam setoran PPh Badan.
Kata Prianto, terlebih aliran modal di bidang hulu migas umumnya merupakan investasi jangka dengan tingkat risiko tinggi. “Kalau ini angkanya berapa jadi bisa diprediksi ada pengaturan khusus atas kontrak kerjasama spesialis. Jadi ga ikut PPh Badan ini biasanya berlaku hingga kontrak selesai 30 tahun. Dengan demikian adanya PP 93/2021 pengaturan PPh-nya jadi lebih jelas,” ujar dia.
Selanjutnya: Medco kembali kelola Blok Rimau setelah tahun 2023
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News