Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan bahwa tidak ada kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 mendatang. Kendati begitu, bukan berarti industri rokok dalam negeri lepas dari tekanan.
Sebagaimana diketahui, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, kebijakan kenaikan CHT di 2025 belum akan dilaksanakan. Dia menyebut, pemerintah akan melihat alternatif kebijakan lainnya dengan melakukan penyesuaian harga jual di level industri yang tentunya masih akan dipastikan beberapa bulan lagi.
“Posisi pemerintah untuk kebijakan CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” ungkap Askolani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Senin (23/9).
Askolani menjelaskan, salah satu pertimbangan pemerintah untuk tidak mengubah kebijakan CHT pada 2025 adalah munculnya fenomena down trading rokok. Fenomena ini ditandai oleh para konsumen yang beralih mengkonsumsi produk rokok dengan harga lebih murah.
"Kebijakan CHT 2025 ini tentunya bisa mempertimbangkan down trading, yaitu dari perbedaan antara rokok golongan I dengan golongan III," tuturnya.
Baca Juga: Cukai Rokok 2025 Batal Naik, Pemerintah Kaji Kenaikan Harga Eceran
Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan Cukai Hasil Tembakau hingga Agustus 2024 berada di level Rp 138,4 triliun atau tumbuh 5% year on year (YoY) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini ditopang oleh kenaikan produksi rokok Golongan II dan Golongan III di tengah tarif cukai rokok Golongan I yang terlampau tinggi.
Meski tidak ada kenaikan tarif CHT, pemerintah akan tetap melakukan penyesuaian harga jual eceran (HJE) pada produk hasil tembakau di level industri pada tahun depan. Hanya saja, Askolani tidak menyebut besaran kenaikan HJE yang akan ditetapkan oleh pemerintah.
Ini mengingat besaran HJE masih akan dikaji oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Apalagi, besaran HJE biasanya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Sebelumnya, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI telah mendorong pemerintah untuk menerapkan tarif CHT jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM), minimum sebesar 5% untuk dua tahun ke depan.
Adapun rekomendasi tarif minimal 5% tersebut lebih rendah dari tarif CHT yang berlaku pada 2023 dan 2024 yakni rata-rata 10%.
Baca Juga: Ada Fenomena Down Trading, Tarif Cukai Rokok Tidak Naik Tahun Depan
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, fenomena down trading seharusnya bukan menjadi alasan bagi pemerintah untuk tidak menaikkan tarif CHT, melainkan alasan untuk menggabungkan golongan tarif rokok. Dengan begitu, perbedaan harga antara rokok Golongan I dengan Golongan di bawahnya tidak terlalu jauh.
Huda juga berpendapat, selama ini kenaikan tarif CHT terbukti berdampak positif terhadap penurunan tingkat prevelensi rokok pada anak-anak. Pemerintah pun mestinya tidak menjadikan penerimaan CHT sebagai target utama. Terkait realisasi penerimaan CHT yang belum memenuhi target, hal itu merupakan persoalan lain.
“Jadi, saya melihat pembatalan tarif cukai ini sebagai kemenangan perusahaan rokok atas kebijakan pemerintah,” jelas dia, Senin (23/9).
Selain itu, peredaran rokok ilegal sebagai dampak kenaikan tarif CHT mesti disikapi dengan pendekatan melalui aparat penegak hukum (APH). Sebab, rokok ilegal jelas melanggar ketentuan peredaran barang, sehingga memang harus diberantas dan jangan dijadikan alasan pula untuk menahan kenaikan tarif CHT.
“Tindakan permisif pemerintah bakal ditiru oleh produk lainnya yang memiliki kebijakan serupa,” imbuh dia.
Lebih lanjut, dengan atau tanpa kenaikan tarif CHT pada tahun depan, kinerja industri rokok nasional diperkirakan akan tertekan. Apalagi, selain menghadapi tantangan berupa tarif CHT, para produsen rokok juga diterpa sentimen negatif berupa pemberlakuan PP No. 28 Tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News