Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah tetap optimistis target pajak tahun 2016 tahun 2016 sebanyak Rp 1.360 triliun akan tercapai meskipun saat ini rancangan undang-undang (RUU) tentang pengampunan pajak atawa tax amnesty masih menggantung proses pembahasannya. Lalu, bagaimana cara mencapai target yang tumbuh 34% dari tahun 2015?
Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan mengatakan, terobosan Direktorat Jenderal Pajak lewat pelayanan berbasis elektronik akan efektif menggenjot penerimaan negara. "Memang banyak yang pesimisme apakah 34% peningkatan pajak tahun ini akan tercapai atau tidak, tapi kami optimistis," kata dia ketika menggelar diskusi di kantornya, Jumat (18/3).
Pelayanan pajak berbasis elektronik, seperti e-Register, e-Filling, e-Billing, dan e-SPT, tentu akan memudahkan masyarakat dalam menunaikan kewajiban pajak. Ini akan meningkatkan kesadaran membayar pajak.
Saat ini, rasio pajak di Indonesia hanya 11%. Artinya, banyak masyarakat yang belum bayar pajak. Salah satu penghambatnya adalah masyarakat enggan mengantri atau ribet membayar pajak.
Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiastedi mengatakan, untuk mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak, kementerian atau lembaga juga diharapkan membantu melakukan sosialiasi. Misalnya, dengan mengumumkan program pembangunan yang pembiayaannya diperoleh dari hasil penerimaan pajak.
Menurut dia, upaya lain yang tengah ditempuh untuk mengejar target pajak senilai Rp 1.360 triliun antara lain, dengan menerjunkan 4.551 personalia penyidik termasuk intel untuk pemeriksaan wajib pajak, serta mengundang 700 personalia juru sita. "Tentunya tidak akan mengganggu atau kegaduhan dunia usaha," kata dia.
Ia menambahkan, hadirnya RUU tax amnesty bukan hanya untuk kepentingan pajak, namun akan lebih difokuskan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sehingga, ke depan dapat membuka lapangan kerja baru serta kenaikan daya beli masyarakat.
Ken bilang, Ditjen Pajak juga telah memiliki perjanjian kerja sama dengan negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation Development (OECD) untuk pertukaran data objek pajak di luar negeri. "Tapi, info kami dapat dari negara-negara anggota OECD," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News