Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seruan menolak bayar pajak di masyarakat tengah merebak. Seruan tersebut muncul buntut kasus Rafael Alun Trisambodo yang mencoreng nama baik Kementerian Keuangan.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Pratama-Krseton Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengingatkan, gerakan menolak bayar pajak akan merugikan pelakunya sendiri.
Pasalnya, Undang-Undang pajak telah memberikan kewenangan cukup luas kepada petugas pajak untuk menegakkan aturan (law enforcement), baik administrative law enforcement maupun criminal law enforcement.
Dengan kata lain, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dapat memberikan surat teguran, surat cinta atau Surat Permintaan Penjelasan atad data dan/atau Keterangan (SP2DK), pemeriksaan, hingga penyidikan pajak.
"Pada akhirnya, masyarakat yang menolak bayar pajak tersebut dapat dikenai sanksi administrasi atau bahkan sanksi pidana," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (2/3).
Baca Juga: Ramai Seruan Tak Bayar Pajak, Dirjen Pajak Temui Ketua PBNU
Prianto bilang, memang ulah nakal pejabat tidak hanya ada di DJP Kemenkeu saja, namun ada di institusi manapun. Jika diasumsikan bahwa harta jumbo yang dimiliki pejabat tersebut berasal dari posisinya sebagai pejabat pajak dengan sumber penghasilan yang melawan hukum, sumber penghasilan tersebut biasanya berasal dari hubungan mutualisme antara oknum petugas pajak dan wajib pajak.
"Hubungan saling menguntungkan tersebut terjadi karena di satu sisi wajib pajak dapat menghemat pajak yang harus dibayar. Di sisi lain, oktum petugas pajak mendapatkan imbalan dari wajib pajak," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dampak apabila penerimaan pajak tidak maksimal. Salah satunya akan terjadi penurunan yang drastis terhadap perekonomian Indonesia.
"Kalau kita gak punya Anggaran Pendatan dan Belanja Negara (APBN) yang kuat shock yang tadi jatuh penerimaan dan kita ikut jatuh dari sisi belanja, ekonominya bakalan nyungsep dalam banget," ujar Sri Mulyani dalam acara Economic Outlook 2023, Selasa (28/2).
Sri Mulyanin bercerita, APBN menjadi instrumen penting sebagai shock absorber dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari ketidakpastian ekonomi. Hal ini terbukti ketika pemerintah berhasil memulihkan perekonomian Indonesia pasca pandemi Covid-19 yang saat itu perekonomian Indonesia tengah babak belur.
"Dalam mengelola ekonomi tiga tahun terakhir pada saat pandemi, penerimaan negara kita itu mendekati 20% kontraksinya dan dalam situasi shock yang begitu sangat dalam, APBN mencoba menyangga," katanya.
Untuk itu, Menkeu menyebut bahwa pajak sangat penting dalam mendukung pemulihan perekonomian Indonesia, yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur hingga pemberian bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat miskin dan rentan.
Baca Juga: KPK Kesulitan Periksa Transaksi Keuangan Rafael Alun Trisambodo, Apa Sebabnya?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News