kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.839   -99,00   -0,63%
  • IDX 7.474   -18,43   -0,25%
  • KOMPAS100 1.157   -2,53   -0,22%
  • LQ45 916   -4,20   -0,46%
  • ISSI 227   0,62   0,28%
  • IDX30 472   -3,20   -0,67%
  • IDXHIDIV20 569   -3,70   -0,65%
  • IDX80 132   -0,23   -0,17%
  • IDXV30 141   0,46   0,33%
  • IDXQ30 157   -0,73   -0,46%

Tak ada jaminan dana REDD plus senilai US$ 1 miliar bisa dicairkan


Rabu, 30 Maret 2011 / 22:03 WIB
Tak ada jaminan dana REDD plus senilai US$ 1 miliar bisa dicairkan
ILUSTRASI. pengunjung mencoba digital mobile BCA gelaran BCA Expoversary 2020 dalam rangka memperingati HUT BCA yang ke-63 di ICE BSD, Jumat (21/02). BCA Expoversary yang digelar di ICE BSD melibatkan kurang lebih 17 merek mobil, 17 merek motor, 16 developer terkemu


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Parlemen Norwegia tidak memberikan kepastian soal pengucuran dana USD 1 miliar kepada Indonesia sebagai kompensasi moratorium jeda tebang hutan selama setahun sebagaimana termaktub dalam Letter of Intent (LoI).

Dari hasil kunjungan 10 orang anggota Komisi IV DPR RI ke parlemen Norwegia pada 22-26 Maret lalu, terungkap Parlemen Norwegia bahkan tidak terlibat dalam pembahasan LoI tersebut. “Parlemen di sana itu menyampaikan kepada kami prinsipnya mendukung (LoI), tapi tidak ada jawaban sepatah kata pun bahwa parlemen Norwegia akan setuju untuk mengalokasikan anggaran, belum ada kalimat itu,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo yang juga ketua rombongan kunjungan tersebut kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/3).

Firman mengatakan berdasarkan informasi yang dia dapat dari Duta Besar Indonesia untuk Norwegia, pihak parlemen di sana memang tidak terlibat dalam pembahasan LoI tersebut. “Itu resmi pernyataan dari Dubes Indonesia di sana,” ujarnya.

Padahal, Firman bilang parlemen Norwegia memiliki peran strategis untuk menentukan apakah dana tersebut bisa dicairkan atau tidak setelah Indonesia menjalankan komitmen dalam LoI yang diteken pada Mei 2010 itu.

Artinya, menurut Firman dana kompensasi jeda tebang sebesar USD 1 miliar tersebut belum tentu bisa disetujui parlemen Norwegia untuk dicarikan begitu Indonesia sudah menjalankan jeda tebang. “ Itu yang saya khawatirkan. Itu yang tidak terjawab oleh parlemen. Bahkan ketika kami tanyakan ke parlemen mereka bilang itu domain-nya pemerintah tapi ketika ditanyakan ke pemerintah, mereka bilang itu domain parlemen. Jadi lempar-lemparan,” beber politikus Golkar ini.

Selain itu, menurut Firman juga ada perbedaan interpretasi antara pemerintah Norwegia mengenai suspension. “Kalau suspension itu pengertian kami (DPR RI) adalah mengelola hutan secara berimbang tapi ternyata di sana pengertiannya adalah stop menebang hutan,” ujarnya. Tapi soal interpretasi ini Firman bilang, pemerintah di sana menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Indonesia. “Karena itu Komisi IV akan minta ke pemerintah agar tidak melakukan moratorium tapi suspension yaitu pengelolaan hutan secara berimbang yaitu tingkat ekologisnya dijaga, tingkat sosialnya dijaga dan aspek ekonominya jangan dimatikan,” ujarnya.

Firman mengatakan Komisi IV akan mengevaluasi secara menyeluruh hasil kunjungan tersebut. Termasuk juga akan meminta keterangan pemerintah soal isi LoI dengan Norwegia tersebut. “Nanti setelah itu kami akan tentukan sikap. DPR belum memutuskan,” ujarnya. DPR dia bilang bisa saja menolak LoI tersebut bila nanti terbukti tidak menguntungkan Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×