Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tagihan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) empat entitas anak PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) melambung. Yang menarik, menanjaknya tagihan justru berasal dari tagihan afiliasi.
Sementara Keempat entitas Tiga Pilar tersebut adalah: PT Sukses Abadi Karya Inti; PT Dunia Pangan; PT Jatisari Srirejeki; dan PT Indo Beras Unggul.
Keempatnya masuk proses PKPU melalui permohonan PT Hardo Soloplast dengan nomor perkara 15/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Smg pada 9 Agustus 2018.
Sementara dalam permohonannya, Soloplast sejatinya hanya menagih utang kepada Sukses Abadi senilai Rp46,5 juta yang berasal dari utang produksi karung beras untuk Sukses Abadi.
Sementara ketiga entitas lainnya turut jadi termohon sebab memberi jaminan (corporate guarantee) atas tagihan-tagihan Soloplast ke Sukses Abadi.
Nah, dalam proses PKPU, selama jangka waktu pendaftaran tagihan hingga 12 September 2018, pengurus hanya menerima tagihan dari enam kreditur dengan total nilai tagihan Rp 1,39 triliun.
Sementara tiga dari enam kreditur tersebut, merupakan kreditur separatis (dengan jaminan) yang berasal dari tiga sindikasi perbankan: Rabbobank; Maybank; dan Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ.
Tagihan separatis ini bernilai Rp 1,27 triliun. Sehingga sisanya, tiga kreditur merupakan konkuren (tanpa jaminan) dengan nilai tagihannya sekitar Rp 120 miliar.
Nah menurut pengurus PKPU Suwandi, setelah batas waktu pendaftaran taguhan memang masih banyak kreditur yang baru mendaftarkan tagihan.
Dari catatan Kontan.co.id, setidaknya ada 58 kreditur yang telat mendaftar, dan membawa tagihan senilai Rp2,43 triliun. Di mana Rp2,40 triliun justru berasal dari tagihan terafiliasi.
"Intinya yang tidak telat hanya ada 6 kreditur sementara totalnya ada sekitar 60-an kreditur. Selain tagihan konkuren yang telat memang ada tagihan terafiliasi nilainya kurang lebih Rp2 triliun," kata Suwandi saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (24/9).
Meski demikian, Suwandi, sebagai pengurus telah mengambil sikap untuk tak memberikan hak suara pada pemungutan suara (voting) kelak atas tagihan terafiliasi tadi. Meskipun nilai tagihan diakui oleh pengurus.
"Tagihannya memang ada di laporan keuangan debitur, makanya tetap dicatat. Tapi tidak diberikan hak suara, karena bisa menimbulkan konflik kepentingan. Kita tak beri hak suara untuk voting," lanjut Suwandi.
Sementara dari proposal perdamaian yang diajukan empat entitas anak Tiga Pilar ini, tercatat total utang dalam PKPU senilai Rp3,82 triliun. Dikategorikan dari sifat tagihan, ada Rp2,55 tagihan konkuren, dan Rp 1,27 tagihan separatis.
Sedangkan dari jenisnya tercatat ada Rp36,76 miliar utang dagang, Rp1,33 triliun utang bank, dan Rp2,45 triliun utang terafiliasi.
Sementara, terkait masuknya tagihan afiliasi kuasa hukum debitur Pringgo Sanyoto dari Kantor Hukum Kresna & Associates bilang, sejatinya tagihan tersebut muncul sebagai jaminan atas utang Obligasi TPS Food I/2013, Sukuk Ijarah TPS Food I/2013, dan Sukuk Ijarah TPS Food II/2013.
"Ini kan memang tercatat di laporan keuangan holding (Tiga Pilar) beberapa aset debitur memang dijaminkan untuk bond-bond yang dirilis holding. Jadi holding yang mengajukan tagihan, langsung dari AISA," kata Peinggo saat dihubungi Kontan.co.id.
Dari Laporan Keuangan Tiga Pilar 2017, Obligasi TPS Food I/2013 senilai Rp 600 miliar, dan Sukuk Ijarah TPS Food I/2013 dijaminkan dengan aset tetap Tiga Pilar (entitas anak), Jatisari, dan entitas anak lainnya PT Poly Meditra Indonesia, serta piutang performing Tiga Pilar (entitas anak).
Sementara untuk Sukuk Ijarah TPS Food II/2016 senilai Rp1,2 triliun dijaminkan atas aset tetap Sukses Abadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News