kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Syarat BPJS Kesehatan untuk Dapat Layanan Publik Harus Diikuti Peningkatan Pelayanan


Rabu, 23 Februari 2022 / 14:18 WIB
Syarat BPJS Kesehatan untuk Dapat Layanan Publik Harus Diikuti Peningkatan Pelayanan
ILUSTRASI. Warga mencari informasi pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) melalui perangkat komputer di Jakarta, Selasa (22/2/2022). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koordinator Advokasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Watch Timboel Siregar mengatakan, syarat kepesertaan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan layanan publik harus diikuti juga dengan peningkatan pelayanan dari BPJS Kesehatan itu sendiri.

"Secara simultan dengan penerapan sanksi tersebut, Pemerintah dan BPJS Kesehatan harus meningkatkan pelayanannya kepada peserta JKN," kata Timboel dalam keterangan tertulis, Rabu (23/2).

Timboel menyebut, Program JKN diakui telah banyak memberikan manfaat kepada masyarakat, namun masih ada beberapa persoalan yang masih terjadi di RS. Maka BPJS Kesehatan harus mampu membantu dan mencarikan solusi bagi peserta JKN yang mengalami masalah di fasilitas kesehatan (faskes).

"Kehadiran staf BPJS Kesehatan di Unit Pengaduan di setiap RS yang menjadi mitra BPJS Kesehatan, adalah sangat penting. Jangan sampai hanya ada nomor telpon saja, tetapi bisa hadir secara fisik agak peserta JKN yang mengalami masalah bisa langsung dibantu," imbuh Timboel.

Baca Juga: Ini Kata Kementerian ATR Soal BPJS Kesehatan Jadi Syarat Jual Beli Tanah

Demikian juga Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan juga harus meningkatkan akses pelayanan kepada peserta dalam bentuk regulasi. Misalnya membuka lebih luas obat-obatan kepada peserta, yaitu dengan menambah obat-obatan di formularium nasional (fornas) khususnya seperti obat-obat kanker.

"Demikian juga dengan akses pelayanan Kesehatan lainnya berupa preventif promotif harus diperluas untuk mendukung gaya hidup sehat masyarakat Indonesia," ujarnya.

Menyikapi pro kontra aturan syarat kepesertaan BPJS Kesehatan bagi layanan publik, Timboel mengatakan, ketentuan kebijakan sanksi tidak dapat layanan publik yang akan dikenakan kepada masyarakat yang belum menjadi peserta JKN, secara material tidak memberatkan. Di mana masyarakat bisa mengambil kelas 3 yaitu membayar iuran Rp 35.000 per bulan untuk menjadi peserta JKN.

Adapun kehadiran Inpres No. 1 Tahun 2022 tentang optimalisasi JKN merupakan tindak lanjut dari amanat kepesertaan wajib dan gotong royong di program JKN yang dimuat dalam Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS serta PP No. 86 tahun 2013.

Baca Juga: ADPI: 45 Juta Lansia Diprediksi Alami Kesulitan Keuangan di Masa Pensiun pada 2035

Dalam Inpres tersebut 30 Kementerian dan Lembaga diinstruksikan untuk mendukung dalam optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun demikian, Timboel menambahkan terdapat bagian tertentu di Inpres No. 1 tahun 2022 yang mewajibkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 bulan, jamaah Haji dan Umroh menjadi peserta aktif JKN. Ketentuan tersebut dinilai BPJS Watch kurang tepat.

"Menurut saya hal tersebut kurang tepat, karena bekerja dan menjalankan ibadah adalah hak dasar manusia yang tidak boleh dipersyaratkan dengan Program JKN. Selain itu, faktanya Program JKN belum bisa memberikan pelayanan manfaat di luar negeri, sehingga Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 bulan, jamaah Haji dan Umroh bila mengalami sakit tidak dijamin JKN," ungkapnya.

Timboel mengingatkan, sebelum Inpres No. 1 muncul, Presiden sudah pernah meneken Inpres No. 8 tahun 2017 tentang optimalisasi JKN. Hanya saja pada saat itu 11 Kementerian Lembaga yang diinstruksikan tidak maksimal bekerja sehingga terjadi defisit yang lebih besar di 2018 dan 2019.

Maka Timboel berharap hal tersebut berulang pada implementasi Inpres 1 tahun 2022 ini.

"Jangan sampai Inpres no. 1 Tahun 2022 ini mengalami nasib yang sama dengan Inpres No. 8 Tahun 2017. Oleh karena itu seharusnya Presiden mengawal Inpres no. 1 tahun 2022 ini dengan serius, dengan mengevaluasi seluruh kerja para pembantunya yang diinstruksikan di Inpres no. 1 tersebut," kata Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×