kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

SWF dinilai sebagai pilihan strategis untuk sokong pertumbuhan ekonomi Indonesia


Senin, 25 Januari 2021 / 14:51 WIB
SWF dinilai sebagai pilihan strategis untuk sokong pertumbuhan ekonomi Indonesia
ILUSTRASI. SWF dinilai sebagai pilihan strategis untuk sokong pertumbuhan ekonomi Indonesia


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Pengelola Investasi (LPI) alias Sovereign Wealth Fund (SWF) akan segera beroperasi pada akhir Januari 2021. Melalui SWF ini, diharapkan investor asing tertarik berinvestasi di Indonesia untuk mendukung program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat menilai, LPI punya peran penting bagi Indonesia. Mengutip laporan Bank Dunia tahun 2014 “Indonesia: Avoiding the Trap”, Budi melihat Indonesia berisiko "growing old before growing rich" alias tuwir sebelum tajir jika pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam periode 2013-2030 hanya berkisar 6%.

Agar kemalangan tersebut bisa dicegah, pemerintah berupaya memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia, mengikuti saran Bank Dunia. Sayangnya, Budi menyebut polemik perang dagang 2019 dan pandemi COVID-19 telah memperburuk risiko “tuwir sebelum tajir” 2030 saat penduduk kita mulai menua.

Upaya mempercepat penyediaan infrastruktur untuk memacu produktivitas dan daya saing telah memperberat kondisi keuangan perusahaan milik negara (BUMN).

Baca Juga: Bahana TCW: SWF dukung program pembangunan nasional

Oleh karena itu, Indonesia harus bisa meningkatkan PDB per kapita yang saat ini sekitar US$ 4.500 per tahun, menjadi minimal US$12.000 per tahun dalam waktu 10 tahun hingga tahun 2030. Atau butuh pertumbuhan per tahun 10,3% dalam dolar.

"Sementara itu beban negara bakal bertambah apabila BUMN tersebut jatuh bangkrut meninggalkan infrastruktur yang belum membuahkan hasil. Di samping itu, beban  pembayaran bunga naik, dari sekitar 12% pendapatan negara menjadi 21%. Beban yang luar biasa tinggi sehingga membatasi negara dalam berhutang,” ungkap Budi Hikmat dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Senin (25/1).

Secara eksternal, dunia pasca pandemi COVID-19 dibanjiri oleh limpahan likuiditas yang luar biasa. Kelebihan likuiditas yang tercermin dengan rendahnya suku bunga, diyakini dapat memicu aset reflation selain pelemahan dolar. Sementara konflik geopolitik dan antisipasi berulangnya pandemi memicu perubahan strategi bisnis dan jalur pasokan (supply chain).

Budi meyakini, Indonesia yang memiliki segmen kelas menengah yang tengah tumbuh dan sumber daya alam yang melimpah dianggap memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari sistem rantai pasok baru.

“Untuk itu, SWF menjadi terobosan yang patut ditempuh agar Indonesia masih bisa keluar dari risiko middle income trap, tanpa membebani kondisi keuangan negara yang saat ini sudah begitu besar,” ungkap Budi.

Baca Juga: Insetif pajak dalam SWF menjadi daya tarik bagi mitra investasi

Budi mengutip pernyataan Ahmad Yani, Tim tenaga ahli Kemenkeu, menilai SWF Indonesia punya model yang berbeda dengan SWF negara-negara maju. Model SWF negara maju seperti investment vehicle untuk melipatgandakan kekayaan di saat terjadi krisis. Sehingga pemasukan negara maju masih tetap terselamatkan jika sumber penerimaan negara terimbas krisis.




TERBARU

[X]
×