Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengirim Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ke DPR pada 5 Mei 2023 silam.
Namun, hampir satu tahun bulan setelah surpres tersebut diterima, DPR belum juga memproses dan membahas RUU Perampasan Aset.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah terus mengupayakan maksimal penyelamatan dan pengembalian uang negara. Sehingga perampasan aset menjadi penting untuk dikawal bersama.
"Kita tahu, kita telah mengajukan UU Perampasan Aset kepada DPR dan juga UU Pembatasan Uang Kartal ke DPR dan bolanya ada di sana karena kita harus mengembalikan apa yang menjadi milik negara," ujar Jokowi dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Rabu (17/4).
Baca Juga: Jokowi Minta Publik Kawal RUU Perampasan Aset
Jokowi berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force (FATF) menjadi momentum yang baik untuk terus menguatkan komitmen pencegahan dan pemberantasan TPPU. Sehingga kredibilitas ekonomi Indonesia meningkat.
Kemudian juga persepsi mengenai sistem keuangan Indonesia semakin baik dan positif. Jokowi meyakini dengan hal itu mendorong masuknya investasi ke Indonesia.
Jokowi menyampaikan, penanganan TPPU harus dilakukan komprehensif. Indonesia harus lebih maju dari para pelaku dalam membangun kerja sama internasional, memperkuat regulasi dan transparansi dalam penegakan hukum yang tanpa pandang bulu. Serta pemanfaatan teknologi yang penting.
Pola baru berbasis teknologi dalam TPPU perlu terus diwaspadai. Seperti criptocurency, aset virtual, NFT, aktivitas loka pasar, elektronic money, artificial intelligence (AI) yang digunakan untuk otomasi transaksi dan lainnya karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah.
Baca Juga: Anies Bakal Revisi UU KPK untuk Kembalikan Marwah Lembaga Antirasuah
Bahkan data crypto crime report menemukan ada indikasi pencucian uang melalui aset kripto ini sebesar US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 triliun di tahun 2022 secara global.