kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,25   -8,11   -0.87%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Suku Bunga The Fed Naik, Negara Berkembang Berpotensi Kesulitan Bayar Utang


Selasa, 02 Agustus 2022 / 15:49 WIB
Suku Bunga The Fed Naik, Negara Berkembang Berpotensi Kesulitan Bayar Utang
ILUSTRASI. Suku Bunga The Fed Naik, Negara Berkembang Berpotensi Kesulitan Bayar Utang


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi global masih menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian. Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasok, diperparah oleh berlanjutnya perang di Ukraina, serta meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, gejolak ekonomi tersebut telah mengakibatkan beberapa negara berkembang mulai meningkatkan utangnya. Ia mengungkapkan, lebih dari 30 negara terjebak utang hingga di atas 100%.

Hal tersebut juga diperparah dengan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang menaikkan suku bunga acuannya 75 basis poin (bps). Ia menilai, hal ini berpotensi membuat negara berkembang terkendala untuk membayar utangnya.

Baca Juga: Sempat Turun, Utang Pemerintah per Juni 2022 Kembali Naik Tembus Rp 7.123 Triliun

"Lebih dari 30 negara utangnya di atas 100%. Dengan kenaikan tingkat suku bunga AS maka potensi mereka untuk membayar dari negara-negara itu (berkembang) menjadi bermasalah," ujar Airlangga dalam webinar Mid Year Economic Outlook 2022, Selasa (2/8).

Di sisi lain, Airlangga menyebut, pandemi Covid-19 telah menyebabkan disrupsi di rantai pasok global terutama pangan dan energi. Hal tersebut juga diperparah dengan adanya konflik Rusia-Ukraina yang sampai saat ini masih berlanjut.

Sehingga Airlangga menyebut risiko yang dihadapi dunia saat ini ke dalam 5C yaitu Covid-19, Conflict (Rusia-Ukraina), Climate Change (perubahan iklim), Commodity Price (harga komoditas), dan Cost of Living (biaya hidup/inflasi).

Akibat konflik dua negara tersebut, berdampak kepada kenaikan harga-harga komoditas yang berasal dari dua negara tersebut, seperti gas dan gandum, sehingga pada akhirnya banyak negara yang mengalami inflasi yang tinggi.

Baca Juga: Lebih dari 350 Perusahaan Global Menunda Rencana Pendanaan Senilai US$ 250 Miliar

"Kita lihat akibatnya, beberapa negara inflasinya tinggi. Brasil sudah hampir 12%, kemudian Eropa 9,5%, Amerika Serikat (AS) 9%, dan Singapura 5,61%. Ini tidak pernah terjadi sebelumnya," tandas Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×