Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil studi Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI) menyebutkan, pengalihkan terapi insulin dari Fasilitas Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dapat mengurangi beban biaya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penanganan diabetes hingga 14% atau sekitar 17% per tahun.
Dimana estimasi penghematan anggaran sekitar Rp 22 triliun (2024-2035), atau setara dengan rata-rata penghematan Rp 1,7 triliun setiap tahunnya.
Hal tersebut dikemukakan dalam studi Diabetes in Primary Care (DIAPRIM) oleh Pusat kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Universitas Indonesia (CHEPS UI).
Baca Juga: 8 Buah Terbaik untuk Diet Ramah Diabetes, Sudah Tahu?
"Pendekatan ini tidak hanya terbukti dapat menghemat biaya, tetapi juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi," kata Lead researcher Center for Health Economics and Policy Studies (CHEPS) Universitas Indonesia, Budi Hidayat dalam keterangan tertulis, Selasa (14/11).
Saat ini, di Indonesia terapi insulin hanya tersedia di FKRTL. Namun, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) untuk Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) memperbolehkan dokter umum di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (puskesmas) yang memiliki kompetensi manajemen diabetes untuk memulai terapi insulin untuk membantu pasien menghindari komplikasi.
Adapun pedoman ini juga sejalan dengan standar minimum kompetensi lulusan dokter (SKDI).
Untuk mendukung peralihan tersebut, Ketua PP Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Suastika menekankan pentingnya pemberdayaan dokter umum di Puskesmas. Dimana dari kapasitas yang ada, terdapat peluang untuk meningkatkan kemampuan dokter umum di FKTP dalam menangani kasus pra-diabetes melitus, kasus DMT2 tanpa komplikasi, dan melakukan tindakan pencegahan komplikasi untuk kasus DMT2 berat.
"Mengasah kapasitas mereka dapat menghasilkan pendekatan yang lebih proaktif, membantu deteksi dini, dan manajemen diabetes yang efektif, yang pada akhirnya memberikan dampak positif terhadap biaya layanan kesehatan di bawah JKN," kata Ketut Suastika.
Ia melanjutkan, Perkeni bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan telah mengembangkan kurikulum pelatihan yang terakreditasi. Hal tersebut sebagai modul pelatihan standar bagi dokter umum di seluruh Indonesia untuk membekali tenaga kesehatan profesional di FKTP.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Yuli Farianti mengatakan hasil analisa studi CHEPS UI sejalan dengan Strategi Kesehatan Nasional 2021-2024 Kementerian Kesehatan, khususnya pilar Transformasi Layanan Primer.
"Terkait diabetes, tujuan utama dari transformasi ini adalah untuk mencegah dan mengendalikan diabetes dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, menerapkan strategi pencegahan primer dan sekunder, serta meningkatkan kapasitas dan kapabilitas layanan kesehatan primer," kata Yuli.
Baca Juga: 8 Manfaat Jus Wortel untuk Kesehatan Jika Rutin Dikonsumsi dengan Teratur
Diketahui, prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat dari 10,7 juta jiwa pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021. Peningkatan tersebut membawa Indonesia menjadi ke lima di dunia, dari sebelumnya peringkat tujuh pada 2019.
Pada laporan BPJS tahun 2020 menunjukkan bahwa hanya 2 juta jiwa yang telah terdiagnosa dan mendapatkan penanganan melalui JKN. Dimana hanya 1,2% kasus yang dapat mengontrol kadar gula darah mereka dengan baik untuk menghindari komplikasi.
Dari sisi ekonomi makro, kondisi tersebut cukup memprihatinkan karena berpotensi meningkatkan pengeluaran biaya pemerintah untuk menangani kasus komplikasi. Laporan CHEPS Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Perkeni 2016 menunjukkan bahwa 74% anggaran diabetes digunakan untuk mengobati komplikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News