Reporter: Abdul Basith | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 terkait pengupahan dinilai tidak sepenuhnya salah. Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar.
Timboel bilang struktur dan skala pengupahan perlu dipertahankan. "Pasal 14 PP 78/2015 diwajibkan struktur skala upah bagus dan harus dilakukan seluruh perusahaan," ujar Timboel saat diskusi revisi PP 78/2015, Rabu (8/5).
Penggunaan struktur dan skala pengupahan tepat untuk dilakukan sebagai dasar pengupahan. Berdasarkan pasal tersebut struktur dan skala pengupahan disusun oleh pengusaha dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.
Sementara pasal 44 dan pasal 45 PP 78/2015 perlu direvisi. Pasal tersebut memformulasikan penentuan upah minimum melalui kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar.
Formula tersebut diakui Timboel akan melemahkan fungsi dewan pengupahan sebagai kendaraan perundingan bagi buruh. Selain itu komponen skala nasional akan memberikan ketimpangan di daerah terkait pengupahan.
"Kesenjangan antar daerah semakin tinggi harusnya masukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi daerah," terang Timboel.
Selain itu kebutuhan hidup layak (KHL) pun ditentukan melalui Badan Pusat Statistik (BPS). Kewenangan pemerintah daerah (Pemda) pun ikut dipangkas dalam menentukan KHL.
"Tidak ada lagi survei yang mengacu apa item KHL yang harus ditambah," jelas Timboel.
Asal tahu saja, revisi PP 78/2015 telah dituntut oleh buruh sebelumnya. Hal itu pun menjadi janji politik presiden Joko Widodo sebagai calon presiden petahana dalam kunjungannya ke Bandung saat kampanye.
Selain itu, buruh pun menuntut perubahan dalam Undang Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Buruh meminta adanya desk pidana ketenagakerjaan di level kepolisian sehingga meningkatkan penindakan masalah ketenagakerjaan yang berkaitan dengan pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News