kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.074.000   -12.000   -0,58%
  • USD/IDR 16.499   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.699   70,40   0,92%
  • KOMPAS100 1.077   10,50   0,99%
  • LQ45 782   12,20   1,58%
  • ISSI 264   0,53   0,20%
  • IDX30 406   6,07   1,52%
  • IDXHIDIV20 472   4,64   0,99%
  • IDX80 119   1,25   1,07%
  • IDXV30 129   -1,04   -0,80%
  • IDXQ30 132   1,79   1,38%

Status Naik, Indonesia Tak Berhak Lagi Dapatkan Sejumlah Bantuan Internasional


Kamis, 06 Juli 2023 / 05:30 WIB
Status Naik, Indonesia Tak Berhak Lagi Dapatkan Sejumlah Bantuan Internasional
ILUSTRASI. Status Indonesia mengalami perubahan menjadi negara berpendapatan menengah ke atas. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

STATUS INDONESIA - Status Indonesia mengalami perubahan menjadi negara berpendapatan menengah ke atas. Hal ini  dinilai akan meningkatkan kepercayaan global. Namun di sisi lain, hal tersebut juga memiliki konsekuensi. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, secara umum tidak terdapat dampak negatif dari masuknya Indonesia jadi negara berpendapatan menengah atas. Sebab, hal itu hanya merupakan status afirmasi dari kondisi perekonomian nasional terkini. 

"Status Indonesia yang menjadi upper middle countries memang sebetulnya enggak ada untung rugi yang signifikan," kata dia, kepada Kompas.com, Rabu (5/7/2023). 

Dia menambahkan, "Dalam arti masuk ke kelompok tertentu adalah pertanda atau achievement Indonesia berada di stage development yang mana." 

Akan tetapi, Riefky menyebutkan, status sebagai negara berpendapatan menengah atas akan membuat Indonesia tidak lagi berhak mendapatkan sejumlah bantuan atau hibah internasional. 

Baca Juga: Membidik Pembiayaan Utang Lebih Murah

Pasalnya, sejumlah bantuan internasional diberikan dengan melihat kondisi ekonomi suatu negara. 

"Kemungkinan ada beberapa bantuan internasional yang kita sudah tidak lagi eligible," ujarnya. 

Akan tetapi, Riefky menilai, hal itu bukan menjadi suatu kerugian bagi Indonesia. Mengingat Indonesia saat ini sudah lebih mandiri dalam mengalokasikan anggaran belanja guna menciptakan kesejahteraan masyarakat. 

Sementara itu, Ekonom Celios Bhima Yudhistira menjelaskan, dengan tidak lagi menerima bantuan internasional, Indonesia akan lebih bergantung terhadap pembiayaan skema pasar. 

"Indonesia juga akan lebih banyak meminjam dari skema pasar bukan menggunakan skema hibah dan skema pinjaman lunak (soft loan) yang bersifat bilateral-multilateral," tuturnya. 

Baca Juga: Laju Inflasi Rendah, Emiten Meraup Berkah

Selain terkait pembiayaan, Bhima menyebutkan, konsekuensi lain dari naiknya status Indonesia ialah adanya potensi evaluasi perjanjian kerja sama dagang. 

Salah satunya ialah fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk, yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah AS kepada negara-negara berkembang, yakni Generalized System of Preferences atau GSP. 

"Indonesia bisa di evaluasi karena dianggap Indonesia sudah tidak layak mendapat fasilitas penurunan tarif dan bea masuk ke negara maju," ucap Bhima.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Naik Kelas, Indonesia Tidak Lagi Berhak Dapatkan Sejumlah Bantuan Internasional"
Penulis : Rully R. Ramli
Editor : Akhdi Martin Pratama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
BOOST YOUR DIGITAL STRATEGY: Maksimalkan AI & Google Ads untuk Bisnis Anda! Business Contract Drafting

[X]
×