kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Status Indonesia berubah, Luhut: Kita tetap dapat fasilitas GSP


Selasa, 25 Februari 2020 / 14:21 WIB
Status Indonesia berubah, Luhut: Kita tetap dapat fasilitas GSP
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) tidak lagi memasukkan Indonesia dalam daftar negara berkembang. Hal ini setelah US Trade Representative (USTR) memperketat kriteria negara berkembang yang berhak mendapatkan pengecualian de minimis dan neglilible import volumes untuk pengenaan tarif anti-subsidi atau countervailing duty (CVD) 10 Februari lalu.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, perubahan tersebut tidak berhubungan dengan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari AS.

Baca Juga: Indonesia akan jadi tuan rumah P4G tahun 2022

Bahkan, menurut Luhut, perwakilan Indonesia dan Amerika Serikat akan segera bertemu untuk menyelesaikan berbagai detail terkait GSP. Nantinya, Indonesia akan mendapatkan fasilitas GSP sekitar US$ 2,4 miliar yang akan membuat Indonesia tetap kompetitif.

"Kalau ada isu yang mengaitkan kita tidak lagi dikategorikan negara berkembang, itu dua hal yang berbeda. Itu ada 26 negara yang dikategorikan, ada juga Vietnam dan India. Kalau GSP itu ada deal sendiri lagi. Jadi kalau orang bilang ada strategi liscik dan segala macam, itu tidak benar, jangan buruk sangka," ujar Luhut, Selasa (25/2).

Baca Juga: Digital Mediatama Maxima (DMMX) perluas jangkauan wilayah bisnis cloud advertising

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Menurutnya, status Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP tidak terdampak mengingat perubahan kriteria negara berkembang oleh USTR hanya berlaku dalam aturan pengenaan CVD.

"Dikeluarkannya Indonesia dalam kategori negara berkembang tersebut, artinya daya saing produk Indonesia harus ditingkatkan agar kita terus dapat memenangkan pasar ekspor Indonesia," ujar Agus dalam keterangan tertulis.

Sementara tiga kriteria baru yang diterapkan AS untuk negara berkembang adalah berdasarkan Gross National Income menurut versi Bank Dunia yakni lebih dari USD 12.375 per tahun,  pangsa total perdagangan dunia diatas 0,5% yang sebelumnya 2%, dan negara berkembang yang merupakan anggota Uni Eropa, OECD, dan G-20.

Baca Juga: AS memperketat kriteria negara berkembang, Mendag: Kita siap tingkatkan daya saing

Berdasarkan kriteria tersebut, USTR mengeluarkan daftar negara berkembang dari pengecualian de minimis CVD, misalnya Argentina, Brasil, India, Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Indonesia dikeluarkan dari pengecualian tersebut karena keanggotaan Indonesia dalam G-20 dan memiliki pangsa total perdagangan dunia 0,9%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×