Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) tidak lagi memasukkan Indonesia dalam daftar negara berkembang. Hal ini setelah US Trade Representative (USTR) memperketat kriteria negara berkembang yang berhak mendapatkan pengecualian de minimis dan neglilible import volumes untuk pengenaan tarif anti-subsidi atau countervailing duty (CVD) 10 Februari lalu.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, perubahan tersebut tidak berhubungan dengan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari AS.
Baca Juga: Indonesia akan jadi tuan rumah P4G tahun 2022
Bahkan, menurut Luhut, perwakilan Indonesia dan Amerika Serikat akan segera bertemu untuk menyelesaikan berbagai detail terkait GSP. Nantinya, Indonesia akan mendapatkan fasilitas GSP sekitar US$ 2,4 miliar yang akan membuat Indonesia tetap kompetitif.
"Kalau ada isu yang mengaitkan kita tidak lagi dikategorikan negara berkembang, itu dua hal yang berbeda. Itu ada 26 negara yang dikategorikan, ada juga Vietnam dan India. Kalau GSP itu ada deal sendiri lagi. Jadi kalau orang bilang ada strategi liscik dan segala macam, itu tidak benar, jangan buruk sangka," ujar Luhut, Selasa (25/2).
Baca Juga: Digital Mediatama Maxima (DMMX) perluas jangkauan wilayah bisnis cloud advertising
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Menurutnya, status Indonesia sebagai negara penerima fasilitas GSP tidak terdampak mengingat perubahan kriteria negara berkembang oleh USTR hanya berlaku dalam aturan pengenaan CVD.