Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA Pemerintah tombok hingga Rp 520 triliun agar harga Pertalite, liquefied petroleum gas (LPG), dan listrik tidak naik saat harga komoditas melonjak. Dana sekitar Rp 520 triliun tersebut dianggarkan untuk menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi. Semula, pemerintah hanya menganggarkan Rp 152,5 triliun sepanjang 2022.
Namun sayangnya, subsidi tersebut justru tidak dinikmati oleh masyarakat rentan dan kurang mampu, melainkan dinikmati oleh masyarakat golongan kaya. Sehingga penyaluran subsidi di nilai tidak tepat sasaran.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat ditemui awak media usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI Ke-26 Masa Persidangan V Tahun Sisang 2021-2022, Kamis (30/6).
Baca Juga: Ekonom Danamon Proyeksi Ekonomi Tumbuh 5,8% di Kuartal III-2022
"Memang diberikan kepada barang melalui harga barang apakah itu listrik, BBM, apakah LPG, itu kemungkinan besar bahwa yang menikmati kelompok yang mampu lebih banyak, itu memang terjadi," ujar Bendahara Negara tersebut.
Sri Mulyani menilai bahwa ada risiko dari penerapan subsidi terhadap barang. Adapun risikonya adalah adanya penyaluran subsidi yang tidak tepat, di mana banyak golongan kaya yang malah menikmatinya.
"Jadi, memang kalau menggunakan subdisi barang, risikonya adalah yang mengkonsumsi barangnya itu lah yang menikmati subsidi. Konsumsi listrik, BBM, dan LPG itu banyak kelompok yang kaya dibandingkan dengan kelompok yang tidak mampu," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Dua Hari Lagi Cair, Siapa Saja PNS yang Bakal Terima Gaji ke-13?
"Sebetulnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-nya dengan subsidi mencapai Rp 520 triliun, justru akhirnya yang banyak menikmati adalah kelompok yang kaya," jelasnya.
Mengingat saat ini Indonesia sedang menghadapi kenaikan inflasi yang terus membayangi, sehingga Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah terus berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Dirinya menghkawatirkan bahwa kenaikan inflasi secara keseluruhan akan menggerus daya beli masyarakat dan ketahanan APBN.
"Karena kalau harga naik terus pasti ada limit dan untuk bagaimana menciptakan keadilan masyarakat. Pemerintah akan melakukan perhitungan dan persiapan-persiapan sehingga makin memperbaiki kualitas dan kebijakannya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News