kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani sebut ada risiko shortfall penerimaan pajak, apa kata pengamat?


Kamis, 19 November 2020 / 18:30 WIB
Sri Mulyani sebut ada risiko shortfall penerimaan pajak, apa kata pengamat?
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati?memberikan kuliah umum ?Kebijakan Keuangan dan Pengawasannya dalam Mengatasi Pandemi Covid-19? di Universitas Indonesia, Rabu (18/11).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kemungkinan penerimaan pajak di tahun ini tidak bisa mencapai target akhir tahun, alias shortfall. Proyeksi ini sejalan dengan dampak pelemahan perekonomian yang diakibatkan oleh pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).  

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan, hingga September 2020, penerimaan pajak tahunan baru mencapai Rp 720,62 triliun, atau setara 62,61% dari outlook akhir tahun yang ditargetkan senilai Rp 1.198,82 triliun.

Realisasi penerimaan pajak itu juga menunjukkan pertumbuhan negatif 16,86% year on year (yoy) dibanding periode sama tahun lalu yakni Rp 902,79 triliun. Meski begitu, pemerintah musti mengejar penerimaan pajak sejumlah Rp 448,2 triliun guna mencapai target akhir 2020.

“Penerimaan pajak rendah karena memang kontraksi dan ini pun masih ada risiko tidak tercapai akibat kondisi dan korporasi maupun masyarakat, betul-betul tertekan seperti statistik yang kita lihat di tahun ini,” kata Menkeu dalam Seminar Serap Aspirasi Implementasi UU Cipta Kerja Bidang Perpajakan, Kamis (19/11). 

Baca Juga: Ada risiko shortfall penerimaan pajak, ini prediksi pengamat

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan shortfall penerimaan pajak memang tidak bisa dielakan. Menurutnya, masalah ini memang berasal dari asumsi makro yang digunakan oleh pemerintah hampir meleset semua. 

“Kalau shortfall, memang hampir setiap tahun, jadi bukanlah hal yang aneh lagi. Di awal memang pemerintah terlalu optimis, dan juga memang pandemic Covid-19 ini sulit untuk ditebak hingga perlu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat dua kali,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (19/11).  

Di sisi lain, Fajry menilai ekstensifikasi seperti penerimaan dari pos pajak pertambahan nilai (PPN) jasa digital nyatanya jauh dari harapan pemerintah. Sehingga, sampai saat ini realisasinya belum mampu mendorong kinerja penerimaan secara signifikan. 

Kendati demikian, Fajry menilai selain karena siklus, setiap akhir tahun kinerja penerimaan pajak akan membaik. Selain itu, data makro ekonomi memang terlihat perbaikan pada kuartal III-20020. Meski masih minus namun trennya membaik.

Proyeksi Farjy penerimaan pajak di akhir tahun 2020 bisa minus 14% dari target. Sehingga, shortfall bisa mencapai Rp 167,83 trilun. Prediksi ini pun dengan mempertimbangkan pada akhir November-Desember ekonomi bisa benar membaik dan PSBB tidak diperketat. 

Baca Juga: Terbitnya Omnibus Law Bikin Defisit APBN Kian Bengkak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×