Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT) telah membuahkan hasil.
Ia mengatakan, setelah komitmen bersama antara pihaknya dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panglima TNI, Jaksa Agung, KPK, PPATK, dan Kantor Staf Presiden di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada 12 Juli 2017, program ini menunjukkan hasil positif.
Hal itu ditunjukkan dengan semakin menurunnya persentase impor berisiko tinggi yang jumlahnya selama ini tidak lebih dari 5% dari seluruh kegiatan impor/ekspor di Indonesia.
“Selain itu, importir berisiko tinggi yang melakukan aktivitas setiap harinya, jumlahnya menurun rata-rata sebesar 66%. Importasi oleh importir berisiko tinggi jumlahnya juga menurun rata-rata sebesar 70%,” katanya di kantornya, Selasa (1/8).
Selanjutnya, tingkat kepatuhan importir berisiko tinggi sudah menunjukkan perbaikan. Hal ini terlihat dari pemberitahuan nilai pabean yang semakin mencerminkan harga transaksi sebenarnya serta meningkatnya jumlah bea masuk dan pajak yang dibayarkan secara self assessment dalam setiap Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sebesar 375.
Nama pemilik barang yang sebenarnya (indentor) juga sudah diberitahukan, sehingga mempermudah administrasi perpajakan oleh DJP.
Sri Mulyani melanjutkan, PIBT dilakukan agar perdagangan ilegal dapat diberantas, seperti praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan dan/atau pembatasan (lartas).
Asal tahu saja, PIBT termasuk dalam salah satu Program Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC), yang bergulir sejak Desember 2016, capaian untuk semester I-2017 sebesar 95% dari target. Sementara, secara keseluruhan, target capaian PRKC yang dijadwalkan selesai pada tahun 2020 telah mencapai 12%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News