kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,12   2,37   0.26%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani: KIHT tekan peredaran rokok ilegal


Minggu, 13 Desember 2020 / 20:27 WIB
Sri Mulyani: KIHT tekan peredaran rokok ilegal
ILUSTRASI. Barang bukti rokok ilegal hasil sitaan


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menyadari kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok akan berimbas pada peredaran rokok ilegal. Oleh karena itu, pemerintah membangun Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) sebagai wadah pabrikan rokok kecil yang rawan masuk dalam pusaran rokok ilegal.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan upaya pemerintah membangun KIHT ini sejalan dengan kenaikan rata-rata tarif cukai rokok di tahun ini sebesar 23% dan tahun depan 12,5%.

Menkeu menyampaikan dengan kenaikan cukai rokok tahun ini, jumlah peredaran rokok ilegal 2020 diperkirakan mencapai 4,86%, atau naik dibandingkan 2019 yakni 3,03%.

Makanya, dengan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok 2021, Menkeu segera menggenjot pembangunan KIHT, agar rokok ilegal bisa ditekan.

“Seperti diketahui, kalau harga dan cukainya makin tinggi, akan memberikan insentif bagi masyarakat memproduksi rokok ilegal yang tidak membayar cukai,” kata Sri Mulyani, Jumat (11/12).

Dari sisi anggaran, Sri Mulyani menambahkan 25% hasil tembakau (DBHCHT) akan dialokasikan untuk pembangunan KIHT yang terdiri dari usaha mikro kecil menengah (UMKM) rokok.

Baca Juga: Begini rincian alokasi dana bagi hasil cukai tembakau tahun depan

Melalui KIHT ini diharapkan bisa menciptakan kondisi industri yang sehat, otoritas bisa melakukan sosialisasi dengan efektif, dan pengawasan rokok ilegal lebih terkendali.

“Sehingga, pengawasan produksi dan penjualan rokok ilegal mudah dilokalisir dan diawas,” ujar Menkeu.

Lebih lanjut, Menkeu menginformasikan di tahun ini setidaknya otoritas telah membangun dua KIHT. Pertama, KIHT Soppeng pada juli 2020 dengan luas mencapai 36.000 m2. Kedua, KIHT Kudus yang dibangun di tanah seluas 20.000 m2 pada Juli lalu.

Pembangunan KIHT tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK.04/2020. Pembentukan dan pengelolaan KIHT Soppeng dan KIHT Kudus merupakan kolaborasi antara Bea Cukai, pemerintah daerah (Pemda) , pengusaha, aparat penegak hukum dan masyarakat.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu tengah mempersiapkan KIHT di beberapa daerah strategis industri hasil tembakau yang saat ini dalam proses pembangunan yakni KIHT Cilacap, KIHT Madura, KIHT Mataram.

Di sisi lain, terdapat beberapa daerah tang sedang dalam proses kajian dan pembahasan pembentukan KIHT, yaitu Malang, Pasuruan, Yogyakarta, dan Sidoarjo.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan bagi pengusaha rokok ada beberapa keuntungan dari dibentuknya KIHT.

Baca Juga: Indonesian Tobacco (ITIC) tidak ambil pusing soal kenaikan tarif cukai hasil tembakau

Pengusaha dalam KIHT bisa mendapatkan kemudahan perizinan, percepatan pelayanan, kebijakan fiskal dalam bentuk penundaan pembayaran selama sembilan puluh hari, mengembangkan beberapa industri kecil menengah (IKM) dalam satu kawasan industri terpadu.

Selain itu, Ditjen Bea Cukai juga memfasilitasi pengusaha rokok di KIHT dengan membangun sinergi antar pihak yang saling terkait guna mendorong ekspor.

Heru berharap dengan pembentukan kawasan ini mampu menekan peredaran rokok ilegal kembali di bawah 3%.

“Diharapkan antusiasme masyarakat dalam mendukung serta bersama sama menciptakan iklim investasi yang sehat dapat tercipta, guna sama-sama memulihkan perekonomian nasional,” ujar Heru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×