kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sri Mulyani jabarkan empat pilar yang menentukan kesehatan ekonomi Indonesia


Sabtu, 15 September 2018 / 14:34 WIB
Sri Mulyani jabarkan empat pilar yang menentukan kesehatan ekonomi Indonesia
ILUSTRASI.


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan sejumlah negara menyebabkan ketidakpastian pada ekonomi global. Indonesia juga ikut terseret dalam kondisi ketidakstabilan tersebut. Namun sejumlah pengamat menyebut, kondisi ini tidak perlu dikhawatirkan karena perekonomian Indonesia dinilai masih stabil.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, kondisi perekonomian Indonesia masih stabil jika dibandingkan dengan beberapa negara yang terkena dampak krisis global seperti Argentina dan Turki. Adapun indikator yang menjadi penentu sehatnya keuangan Indonesia mencakup empat pilar.

Pilar pertama terkait dengan kondisi moneter, di mana tingkat inflasi yang rendah selama 3 tahun berturut-turut menciptakan kredibilitas terhadap kemampuan Indonesia dalam menstabilkan harga-harga.

"BI dan pemerintah terus menerus mengupayakan tingkat harga yang berasal dariĀ  makanan , volatile food, harga-harga yang berasal dari komoditas yang diatur pemerintah dan juga core inflation yang berasal dari demand supply itu tetap terjaga," kata Sri Mulyani saat ditemui di Grand Ballroom Kempinski Jakarta Pusat, Jumat (14/9).

Sri Mulyani juga menyebutkan, selama ini faktor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi adalah aspek volatile food. Sedangkan aspek lain dinilai masih stabil. Ia juga optimistis tahun depan tingkat inflasi berada di kisaran 3,5%.

Pilar kedua adalah bidang moneter dan perbankan. Menurutnya, sejauh ini pertumbuhan produk keuangan mengalami pertumbuhan yang cukup baik dan menandakan perbankan dalam kondisi yang sehat.

"Kalau kita lihat dari sektor keuangan diukur dari jumlah pertumbuhan kredit, loan to deposit ratio, non performing loan maupun capital Adequacy ratio, Indonesia memiliki posisi yang cukup stabil dan kuat. Loan to deposit Indonesia sejauh ini dinilai sudah mulai meningkat dan pertumbuahn kredit Indonesia sudah masuk double digit," kata Sri.

Untuk pilar ketiga adalah kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kementerian Keuangan berkomitmen untuk mengelola beberapa indikator APBN dari sisi ekonomi makro.

Ia menyebut, dari sisi ekonomi makro meliputi pertumbuhan ekonomi 5,17% dan tingkat inflasi Indonesia yang lebih rendah dari yang diasumsikan, serta surat perbendaharaan negara (SPN) bunga 3 bulan Indonesia lebih rendah dari yang diasumsikan yakni 4,6%.

Pilar keempat adalah pendapatan negara melalui pajak yang perlu dikelola secara maksimal. Pertumbuhan penerimaan Indonesia dari pajak dan non pajak dinilai mengalami kenaikan dengan persentasi 18,4%.

"Pertumbuhan penerimaan negara dari pajak dan non pajak itu naiknya 18,4%. Berarti ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia secara real, plus nominal kalau ditambahkan inflasi. Pajak, itu pertumbuhannya 16,5% sampai dengan September tahun ini. 2017 pertumbuhan penerimaan perpajakan kita adalah 9,5%. 2016 sehabis tax amnesty pertumbuhan pajak kita hanya 1,8% hampir tidak tumbuh waktu itu," kata Sri.

Pendapatan negara dari pajak ini terdiri dari pajak bea dan cukai, non perpajakan seperti PNBP yang termasuk royalty dari deviden BUMN maupun penerimaan negara badan layanan umum.

"Dengan APBN kita yang sehat, kita bersyukur bisa memasuki tahun yang penuh turbalance dari luar. Bayangkan jika ekonomi Indonesia menghadapi turbalance dari luar, APBN kita lemah dan moneternya lemah," ungkapnya.

Menurut Sri Mulyani, kondisi negara tidak siap dengan turbalance terjadi di Argentina dan Turki. Argentina dikatakan defisit mencapai 5% dari PDB dan inflasinya sangat tinggi sehingga suku bunga meningkat hampir di atas 60%. Sementara Turki harus menaikkan suku bunga sampai 600 bpi yaitu dari 17% menjadi 24% karena inflasi yang tidak stabil, APBN lemah, dan neraca pembayaran yang juga lemah.

Ia menegaskan bahwa kementerian keuangan akan terus menjaga kestabilan empat pilar ekonomi Indonesia agar bisa melindungi seluruh pelaku ekonomi. "Menghadapi tahun yang makin menantang APBN 2019 kita jaga untuk tetap sehat, adil, dan mandiri. Tahun depan, negara akan mmbelanjakan Rp 2.439 triliun. Jumlah tersebut naik dari posisi sebelumnya Rp 2.200 triliun," papar Sri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×