Reporter: Siti Masitoh | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perekonomian global masih dibayangi ketidakpastian. Baru mulai beranjak sembuh dari luka pandemi Covid-19, ekonomi global menghadapi konflik geopolitik dan juga deglobalisasi akibat perang dingin antarnegara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, munculnya ketegangan geopolitik baru serta meningkatnya geopolitik dan blok regional menjadi perhatian penting dalam lima tahun terakhir ini.
Bahkan, menurutnya permasalahan perekonomian global yang sangat kompleks kini sudah mengarah ke dalam. Ia menceritakan saat melakukan kunjungan kerja ke Dubai untuk menghadiri acara United Nations Framework Convention on Climate Change Conference of the Parties (COP) 28 minggu lalu, perpecahan hubungan antara negara semakin tampak, akibat semakin panasnya tensi geopolitik.
Dalam pertemuan tersebut, dia sempat berbincang dengan dengan Wakil Perdana Menteri Belanda Sigrid Kaag. Sigrid menceritakan kepadanya bahwa negara-negara Eropa kini semakin mementingkan kelompoknya sendiri dan menganggap orang di luar kelompoknya sebagai musuh.
Baca Juga: Inflasi Hingga Kurangnya Lapangan Kerja Melanda Eurozone
“Sigrid Kaag, partainya baru saja kalah, dan dia mengatakan bahwa sekarang banyak sekali partai di Eropa yang semakin melihat ke dalam. Kasus di mana mereka melihat orang asing sebagai musuh dan bukan teman,” tutur Sri Mulyani dalam agenda The 12th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED), Rabu (6/12).
Kejadian tersebut lanjutnya, menjadi suatu hal yang memprihatinkan. Sebab tentunya akan mempengaruhi kebijakan di banyak negara di dunia, terutama negara-negara bagian barat, seperti Eropa.
Permasalahan global lainnya yaitu perang dagang antar negara. Ia mengungkapkan, perang dagang terjadi dalam bentuk hambatan perdagangan dan investasi saat ini sedang terjadi di banyak negara.
Permasalahan tersebut kata Sri Mulyani akan menciptakan gangguan lebih lanjut dalam rantai pasokan dan mengikis prinsip perdagangan bebas, yang seharusnya memberikan hubungan yang saling menguntungkan.
Baca Juga: Kondisi Global Hambat Setoran Pajak Korporasi
“Sekarang kita melihat perdagangan sebagai menang dan kalah, dan itu mungkin apakah buku pelajarannya perlu diubah atau cara kita memandang sesuatu sudah berubah,” ungkapnya.
Di samping itu, proteksionisme saat ini menjadi sebuah tindakan sehari-hari yang digunakan di banyak negara. Kondisi ini diperburuk tidak hanya akibat masalah geopolitik dan keamanan, tetapi juga perang teknologi seperti saat Perang Dingin atau Cold War pada 1946-1991.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan dalam kondisi yang sulit ini, banyak negara harus mengadopsi kebijakan fiskal tertentu untuk mengatasi permasalahan global tersebut.
Kebijakan fiskal tersebut tentunya diperlukan anggaran yang besar untuk melindungi masyarakat. Maka dari itu biasanya pilihannya antara mengambil utang tinggi dan defisit tinggi.
“Jika mereka masih mampu memiliki utang yang tinggi. Dan pada saat yang sama, alat fiskal juga harus mampu menahan tekanan yang datang dari guncangan global dan krisis keuangan global,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News