Reporter: Martina Prianti, Uji Agung Santosa |
JAKARTA. Pemerintah telah menghapus pasal imunitas atau kebal hukum bagi anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Namun, rupanya pemerintah menilai tetap harus ada klausul tentang fasilitas perlindungan hukum bagi anggota KSSK.
Fasilitas itu di antaranya hak untuk mendapatkan jasa pengacara yang dibiayai oleh negara. Bahkan, fasilitas ini tidak hanya tersedia untuk anggota KSSK seperti Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia yang sedang menjabat, tetapi juga mantan anggota KSSK dan staf sekretariat yang membantu KSSK.
Jadi, negara harus menanggung jika pengadilan memutuskan mereka harus membayar ganti rugi kepada pihak lain. "Sepanjang yang bersangkutan menjalani tugas sesuai dengan ketentuan, maka ganti rugi tersebut ditanggung oleh negara," begitu bunyi ketentuan yang tercantum di pasal 10 ayat 2 Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).
Ketua Forum Stabilitas Sitem Keuangan (FSSK) Raden Pardede yang merancang RUU ini membenarkan adanya klausul ini. Namun, "Aturan ini tidak berarti ada kekebalan hukum," katanya Jumat lalu (23/1).
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Ramson Siagian pasal soal perlindungan hukum itu masih wajar, termasuk pasal yang menyebut bahwa negara akan menanggung biaya pengacara. "Namun, jika terbukti ada KKN atau korupsi, harus ditanggung sendiri," kata Ramson.
Secara umum, Ramson menilai RUU JPSK yang telah diajukan kepada DPR ini lebih bisa diterima. Walaupun begitu, DPR akan tetap melihat pasal demi pasal untuk menentukan RUU JPSK ini layak diterima atau tidak. "Kami akan lebih menyoroti ketentuan tentang penetapan krisis yang bersifat sistemik. Sampai saat ini persepsi antara pemerintah dengan DPR belum ketemu," kata Ramson.
Untuk itu, pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih detail tentang gejala sistemik, termasuk proses penetapannya oleh Presiden. "Pemerintah dan DPR harus memperjelas dengan membuat pasal khusus tentang mekanisme pelaksanaan supaya penetapan keputusan di DPR bisa cepat," kata Ramson
Pasal itu antara lain mengatur pengambilan keputusan di masa reses atau jika pimpinan komisi tidak hadir. "Jika sedang reses, harus ada aturan yang mewajibkan anggota hadir. Jika pimpinan tidak ada, harus ada pemilihan anggota untuk menjadi pemimpin sidang," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News