kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,39   2,75   0.30%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal RUU KUP, anggota DPR minta pemerintah optimalkan pajak sektor digital


Rabu, 16 Juni 2021 / 20:12 WIB
Soal RUU KUP, anggota DPR minta pemerintah optimalkan pajak sektor digital


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR Fauzi H Amro meminta pemerintah menyiapkan draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dengan berbagai pertimbangan dan kajian yang mendalam.

Fauzi berharap, substansi draf tidak semakin membebani masyarakat. Terlebih masih ditengah kondisi pandemi covid-19. "Jangan ditolak RUU KUP ini, tapi substansi-substansi yang meresahkan, merugikan kehidupan rakyat harus segera dikeluarkan dari RUU KUP," ujar Fauzi saat dihubungi, Rabu (16/6).

Fauzi mengusulkan agar pemerintah menyusun draf aturan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor digital dalam RUU KUP. Menurutnya, penerimaan pajak dari sektor ini terbilang belum optimal. "Bicara e-commerce belum, potensi pajaknya besar disana," ucap dia.

Sementara itu, Pemerintah menegaskan rencana kebijakan yang tertuang di Rancangan Undang Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak akan diterapkan dalam waktu dekat, sehingga saat ini belum ada aturanya.

"Tidak benar kalau ada pengenaan pajak untuk sembako dan jasa pendidikan, dalam waktu dekat atau bulan depan. Saat ini RUU masih di DPR bahkan belum diparipurnakan apalagi dibahas. Pemerintah masih menerima semua aspirasi," terang Yustinus Prastowo staf khusus Menteri Keuangan.

Baca Juga: Prolegnas prioritas tahun 2021 bakal dievaluasi pada bulan Juli

Yustinus menegasknan, tidak khusus mengomentasi RUU yang beredar. Ia hanya menjelaskan yang sekarang yang dibangun dan direncanakan menggunakan logika bahwa saat pandemi Covid-19, pemerintah telah memberikan semua kepada pelaku usaha dan masyarakat.

"Tidak ada kebijakan pajak agresif (selama ini). Karena itu kini jadi kesempatan baik untuk memikirkan kalau pandemi Covid-19 berakhir apa yang akan diberlakukan?," katanya.

Ia menegaskan rancangan kebijakan PPN saat ini bukan kebijakan yang tiba-tiba, tapi melalui sebuah kajian sejak beberapa tahun yang lalu tapi eksekusinya selalu tertunda, karena membutuhkan proses yakni pembahasan di parleman untuk menetapkan Undang- Undang.

Sekarang ini pada aturan PPN yang berlaku, banyak pengecualiannya sehingga banyak jenis barang dan jasa yang tidak bisa dikenakan PPN. "Saat ada ruang untuk membahasnya di RUU KUP karena itu pemerintah menyampaikan beberapa ide," katanya.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) sekaligus Anggota Komisi XI DPR RI Said Abdullah menyampaikan revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) telah diterima oleh Pimpinan DPR RI Puan Maharani sejak ditetapkan sebagai program legislasi nasional (Prolegnas) 2021 pada Maret lalu.

Said menjelaskan nantinya RUU KUP akan ditinjau oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI untuk menentukan penanggung jawab pembahasan. “Apakah dibahas di Komisi XI, panitia khusus (pansus), tunggu dulu putusan dari Bamus,” ujar Said.

Selanjutnya: Inilah Alasan Kenapa Sembako Bisa Terkena PPN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×