kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal revisi UU tentang BI, ini kata para anggota Komisi XI DPR


Senin, 06 Juli 2020 / 21:11 WIB
Soal revisi UU tentang BI, ini kata para anggota Komisi XI DPR
ILUSTRASI. Menjaga Stabilitas Moneter ---- Pejalan kaki melintas dekat logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Selasa (24/7). BI melihat adanya kenaikan risiko nilai tukar di banyak negara, khususnya di negara berkembang. Kondisi ini memaksa BI pada Mei 2018 menaikkan


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan, revisi undang-undang nomor tentang perubahan kedua atas UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) baru saja masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2020

“Revisi UU BI, baru masuk di tingkat Prolegnas Prioritas 2020. Semuanya masih berproses,” kata Politisi Golkar ini kepada Kontan.co.id, Senin (6/7).

Anggota Komisi XI Ahmad Najib Qadratullah mengatakan, terdapat kemungkinan poin-poin yang akan direvisi dalam revisi UU BI.

“(Di antaranya terkait) penguatan tujuan dan tugas BI, penguatan mandat di bidang moneter, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang Rupiah (SP-PUR), penguatan hubungan dengan Pemerintah dan lembaga lain,” kata politisi PAN ini kepada Kontan.co.id.

Sementara itu, Anggota Komisi XI, Fauzi H Amro berpendapat terkait isu penggabungan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Politisi Nasdem ini mengatakan, pihaknya tidak setuju jika pemerintah menggabungkan BI dan OJK. Sebab, BI sebagai stabilitas moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.

Sedangkan OJK menyelenggarakam sistem pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Ia menilai jika kedua lembaga tersebut digabungkan maka akan menjadi lembaga yang gemuk.

"Belum tentu bisa menjalankan tupoksinya (tugas pokok fungsi) secara bersamaan," kata Fauzi kepada Kontan.co.id.

Fauzi juga mengatakan, fungsi pengawasan keuangan dan/atau perbankan tidak usah dikembalikan ke Bank Indonesia. Ia mengakui, bahwa OJK masih belum optimal. Sebab itu, DPR mendorong perbaikan kinerja OJK.

DPR bersama OJK juga rutin melakukan evaluasi demi perbaikan OJK ke depannya. "Jadi lebih baik seperti saat ini," ujar Fauzi.

Selain itu, terkait revisi UU nomor 23 tahun 1999 tentang BI, Fauzi mengaku pihaknya belum menerima draf revisi UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI).

"Mengenai revisi UU tentang BI, kami sampai saat ini belum menerima (drafnya)," kata Fauzi.

Fauzi juga menyebutkan meskipun RUU tentang OJK ditarik dari prolegnas 2020, RUU tentang OJK rencananya akan masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2021.

Seperti diketahui, sebelumnya Bank Indonesia (BI) memang mengawasi sektor perbankan. Namun, pada 2013 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil kewenangan tersebut.

Sedangkan BI bertugas mengawal stabilitas moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan.

Sebelumnya, terbetik kabar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang menimbang-nimbang mengeluarkan dekrit darurat yang akan mengembalikan regulasi sektor perbankan ke Bank Indonesia (BI).

Kabarnya, pertimbangan Jokowi mengembalikan peran pengawasan perbankan itu ke bank sentral karena ketidakpuasan atas kinerja OJK selama mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Sebagai informasi, pada Kamis 2 Juli 2020 lalu, Baleg mengganti RUU tentang Penyadapan dengan RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×