Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi meminta Kejaksanaan Agung (Kejagung) tidak menafsirkan hukum sendiri terkait kasus PT Indosat Mega Media (IM2). Sofjan berharap Kejagung tidak mengambil keputusan strategis dalam kasus tersebut untuk menjaga kepastian iklim berinvestasi di Indonesia.
Permintaan ini terkait akan dilakukannya eksekusi aset IM2 dalam kasus pelanggaran penggunaan frekuensi. Apalagi saat ini belum ada yang menjabat sebagai Jaksa Agung secara definitif. "Untuk menjaga kepastian hukum dalam berinvestasi, jangan sampai belum ada Jaksa Agung-nya, semua bisa menafsirkan hukum sendiri-sendiri," katanya, Jumat (14/11).
Di tempat terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan, tidak ada peraturan yang dilanggar dalam kerja sama antara Indosat dan IM2. Menurutnya semua telah sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Telekomunikasi. "Kasus itu yang dianggap salah kalau melanggar aturan. Kalau yang membuat aturan mengatakan tidak salah, ya tidak ada yang salah," katanya.
Wapres menegaskan, masalah yang kini terjadi pada IM2 seharusnya tidak perlu terjadi, jika regulator sudah menyatakan tidak ada kesalahan, maka hasilnya tidak ada kesalahan. "Saya kira ini hanya masalah penafsiran hukum saja. Saya yakin tidak ada maksud Indosat untuk melanggar hukum. IM2 kan anak perusahaan, hanya pisah entitas. Saya yakin tidak ada maksud macam-macam untuk melakukan perbuatan melanggar hukum," tandas JK.
Sebelumnya Anggota Komisi I DPR RI Meutya Hafidz meminta Kejaksaan Agung menunggu kejelasan hukum karena atas dua putusan kasasi yang berbeda dari Mahkamah Agung. “Ini demi kepastian hukum, dan menjaga iklim investasi yang kondusif," katanya.
Seperti diketahui IM2 dihukum dengan uangan ganti rugi sebesar Rp 1,3 triliun karena dinilai bersalah karena menandatangi perjanjian kerja sama (PKS) antara PT Indosat.
Kerjasama itu untuk memanfaatkan frekuensi bersama 2.1 GHz atau 3G. Adanya kerjasama ini menyebabkan negara merugi hingga Rp 1,3 triliun. Majelis hakim menyatakan IM2 seharusnya membayar upfront free atau biaya nilai awal dan biaya hak penggunaan (BHP) kepada negara. Untuk itu, ganti rugi senilai Rp 1,3 triliun tersebut dibebankan kepada IM2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News