Sumber: Kompas.com | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Nasib Partai Golkar yang akhirnya memutuskan merapat ke poros Partai Gerindra dan mengusung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai calon presiden dan wakil presiden dinilai sangat tragis.
Jika saja dalam Rapat Pimpinan Nasional VI pada Minggu (18/5/2014) partai berlambang pohon beringin itu memilih Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden, nasib Golkar diprediksi akan lebih baik.
"Saya kira manuver yang dilakukan Golkar ini di luar dugaan, dan jelas kerugian yang besar bagi Golkar. Dalam kondisi yang sangat situasional seperti ini, seharusnya rapimnas memutuskan JK jadi cawapres," kata Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/5/2014) malam.
Rapimnas yang diselenggarakan di Jakarta Convention Center itu memutuskan untuk memperluas wewenang Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Dia dipersilakan memiliki posisi yang lebih fleksibel, yakni menjadi capres dan juga cawapres. Aburizal juga dipercaya menentukan arah koalisi Golkar.
Dengan keputusan seperti itu, lanjut Heri, Golkar tidak mempunyai opsi yang cukup baik untuk ditawarkan ke partai lain. Aburizal yang elektabilitasnya rendah, tidak mempunyai daya tawar menjadi capres ataupun cawapres.
Di sisi lain, Kalla yang juga merupakan politisi senior Partai Golkar justru dipilih oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk mendampingi Joko Widodo. Heri menilai, jika Golkar memilih Kalla sebagai cawapresnya, maka koalisi dengan PDI-P akan lebih terbuka.
Bahkan, kata Heri, Golkar pun seharusnya bisa mendapatkan kursi cawapres dari JK. "Sekarang kan justru aneh situasinya, tokoh Golkar yang digadang-gadang sebagai capres dan cawapres justru tidak laku. Sementara kader lain malah dipinang PDI-P," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News