kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sinyal kuning beragam indikator makroekonomi


Rabu, 17 Juli 2013 / 13:36 WIB
Sinyal kuning beragam indikator makroekonomi
ILUSTRASI. Nasabah mengambil uang di ATM di Jakarta. KONTAN/Baihaki


Reporter: Lamgiat Siringoringo, Arief Ardiansyah, Anastasia Lilin Y, Herry Prasetyo, Dadan M. Ramdan, Francisca Bertha Vistika | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Menjelang dua bulan Agus Martowardojo menjabat Gubernur Bank Indonesia (BI), sudah dua bulan pula suku bunga acuan (BI rate) mengalami kenaikan. Kamis (11/7) lalu, Rapat Dewan Gubernur BI memutuskan kenaikan BI rate 50 basis poin menjadi 6,5%. “Kebijakan ini diadopsi untuk memastikan tingkat infl asi kembali ke jalurnya setelah pemerintah menaikkan harga BBM,” kata Agus.

Mei lalu, suku bunga acuan naik untuk pertama kali sejak 16 bulan dari 5,75% menjadi 6%. Selain BI rate, BI juga menaikkan Fasilitas Simpanan BI (Fasbi) dengan besaran serupa.Ekonom Indef Ahmad Erani Yustika menilai kebijakan ini menjadi paduan sempurna bagi Indonesia menuju kontraksi ekonomi. Saat ini, kondisi makroekonomi kita telah menyalakan lampu kuning. Tanda hatihati ini muncul dari beragam indikator. “Jangankan 6,3%, pemerintah akan kesulitan untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi 6%,” ujar dia.

Beberapa indikator makroekonomi yang sudah kuning tersebut di antaranya neraca pembayaran, neraca perdagangan, hingga infl asi dan nilai tukar. Erani menyebutkan, berbagai pelemahan indikator makro ini menempatkan pemerintah dalam situasi dilematis.

Selain faktor internal, faktor eksternal juga menyalakan sinyal kuning perekonomian Indonesia. Ekonom BCA David Sumual mengatakan, kondisi ekonomi global juga masih tak menentu. Contohnya, inyalemen pengurangan stimulus dari The Federal Reserve Amerika Serikat serta perlambatan ekonomi di China dan India.

Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi juga melihat lampu kuning pada indikator-indikator yang sama. Dia mencontohkan, nilai tukar rupiah yang terus mengalami depresiasi. Saat ini, pergerakan rupiah akan mengikuti kondisi fundamental terkini berupa outfl ow of capital account dan transaksi berjalan alias current account yang defisit.

Adapun kenaikan BI rate, menurut Eric, membuka risiko baru berupa kenaikan BI rate berikutnya. Dia memprediksikan, suku bunga acuan dan Fasbi pada akhir tahun akan bertengger di 7% dan 5,25%. “Agustus dan September naik lagi 25 basis poin,” katanya.

Ekonom Adrian Panggabean juga melihat kemungkinan kenaikan lagi BI rate paling tidak 25 basis poin. Ini untuk memastikan tingkat inflasi tahunan pada kisaran 6,25%–6,5%. Kenaikan ini juga untuk menekan pertumbuhan kredit pemilikan rumah. “BI agresif menurunkan overheating properti,” ujarnya.

Lana Soelistyaningsih, ekonom Samuel Sekuritas, berpendapat kenaikan BI rate memiliki arti strategis untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah. Selain itu, kenaikan ini diharapkan mampu menahan defi sit neraca perdagangan semakin besar. “Memang, ini bukan obat yang cespleng tapi bermanfaat untuk jangka pendek,” kata dia.

Yang pasti, David bilang, kondisi makro terkini masih belum masuk ke dalam tahap membahayakan. Melihat kondisi negara lain, pertumbuhan ekonomi ndonesia masih relatif tinggi di Asia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berada di bawah China dan Filipina. “Dibandingkan dengan India juga lebih baik,” ujarnya.

Menteri Keuangan Chatib Basri meminta waktu untuk bekerja keras mencapai targettarget makro. “Memang berat, tapi jangan direvisi dulu,” pesan Chatib. Sampai kapan?


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 42 - XVII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×