Sumber: Kompas.com | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Ada ketentuan baru dalam regulasi terbaru terkait pengelolaan pasir laut.
Dalam Pasal 6 beleid tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut dengan alasan mengendalikan sedimentasi di laut.
Dalam Pasal 8, Jokowi mengizinkan aktivitas pengerukan pasir laut dengan alasan pembersihan sedimentasi. Di mana dalam pengerukan pasir laut, diprioritaskan kapal isap berbendera Indonesia.
Izin ekspor pasir laut hasil kerukan itu kemudian dipertegas Jokowi dalam Pasal 9. Hasil pengerukan pasir laut dari aktivitas pembersihan sedimentasi bisa dijual ke luar negeri dengan syarat kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi.
Baca Juga: Soal Ekspor Pasir Laut, Menteri ESDM: Yang Dibolehkan Sedimen
"Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis di aturan Pasal 9 Ayat (2) Huruf d.
Untuk informasi saja, ekspor pasir laut selama ini dilarang pemerintah sejak tahun 2003. Hal ini sesuai dengan Menperindag No 117/MPP/Kep/2/2003 tertanggal 28 Februari 2003.
Selama ini, pasir laut memang diizinkan pemanfaatannya untuk kebutuhan dalam negeri, terutama untuk pasir uruk tanah reklamasi. Sementara untuk ekspor pasir laut, sudah dilarang sejak 2003.
Meski dilarang, ekspor pasir laut masih marak, sehingga dianggap perdagangan ilegal. Pemerintah kemudian menegaskan larangan ekspor pasir laut pada 2007 untuk memberangus praktik tersebut.
Baca Juga: KKP Ungkap Alasan Terbitnya Aturan Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut
Singapura paling diuntungkan
Dikutip dari Reuters, sebelum pelarangan, Indonesia adalah pemasok utama pasir laut Singapura untuk perluasan lahan melalui reklamasi. Pasir-pasir impor diambil dari gugusan pulau di sekitar Kepulauan Riau, dengan pengiriman rata-rata lebih dari 53 juta ton per tahun antara tahun 1997 hingga 2002.
Otoritas Kelautan dan Pelabuhan Singapura saat ini sedang merencanakan dan merancang fase ketiga dari mega proyek Pelabuhan Tuas, dengan pekerjaan reklamasinya diharapkan akan selesai pada pertengahan 2030-an.
Proyek pelabuhan yang bakal dibangun di atas lahan reklamasi itu tentunya membutuhkan pasir dalam jumlah besar untuk menguruk kedalaman laut. Di sisi lain, Malaysia yang sempat jadi pemasok pasir laut sudah menghentikan ekspor galian C ini ke Singapura.
Baca Juga: KKP akan Buat Harga Acuan Pasir Laut
Kembali ke tahun 2007 saat Indonesia menegaskan larangan ekspor pasir laut, pemerintah Singapura sempat meradang dan terpaksa mencari sumber pasokan pasir dari negara lain. Kala itu, pemerintah Singapura bahkan menuding Indonesia sengaja menghentikan ekspor pasir laut untuk menekan negaranya agar bersedia bernegosiasi terkait perjanjian ekstradisi dan penetapan garis perbatasan.
Sementara itu dikutip dari Harian Kompas, karena tingginya permintaan pasir laut, kala itu marak eksploitasi pasir laut adalah Kepulauan Riau. Sejak 1976 hingga 2002, pasir dari perairan Kepri dikeruk untuk mereklamasi Singapura.
Volume ekspor pasir ke Singapura sekitar 250 juta meter kubik per tahun. Pasir dijual dengan harga 1,3 dolar Singapura per meter kubik, padahal seharusnya harga dapat ditingkatkan pada posisi tawar sekitar 4 dolar Singapura. Dengan selisih harga itu, Indonesia rugi sekitar 540 juta dolar Singapura atau Rp 2,7 triliun per tahun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Singapura Paling Diuntungkan dengan Ekspor Pasir Laut RI.
Penulis: Muhammad Idris
Editor: Muhammad Idris
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News