Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto merespons keras protes Singapura terhadap Indonesia atas penamaan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Usman Harun yang dianggap melukai hati rakyat Singapura.
Menurut Djoko, pemerintah Indonesia memiliki tatanan, aturan, prosedur dan kriteria penilaian sendiri untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan. Dan hal itu tidak boleh diintervensi oleh negara lain seperti Singapura.
"Sebab pertimbangan yang digunakan dinilai telah sesuai dengan bobot pengabdian dan penghormatan mereka yang "deserve" untuk mendapatkan kehormatan dan gelar itu," ujar Djoko dalam pesan singkatnya, Kamis (6/2).
Mantan Panglima TNI ini mengakui, memang ada persepsi yang berbeda terhadap kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak sesuai dengan keinginan negara lain. Kendati begitu, pemerintah Indonesia tidak boleh menjadi surut dan gaman dalam menetapkan kebijakan tersebut.
Djoko bilang pada tahun 1973 Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew telah menabur bunga ke makam Usman dan Harun di Taman Makam Pahlawan Kalibata. "Jadi seharusnya tidak ada permasalahan lagi terkait isu ini," tambah Djoko.
Djoko juga mengaku telah menjelaskan posisi Indonesia terkait penamaan KRI ini kepada Wakil PM Singapura Theo Chee Hean tentang posisi dan argumentasi Indonesia.
TNI Angkatan Laut memiliki otoritas dan pertimbangan yang matang untuk memberikan penghormatan kepada pahlawannya untuk diabadikan di sejumlah kapal perang Indonesia.
Seperti dikutip dari Channel News Asia, setelah pemberitaan media massa Indonesia mengenai penamaan KRI Usman Harun, Menteri Luar Negeri Singapura, K Shanmugam, menyampaikan keberatannya kepada Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa.
Menurut Shanmugam, penamaan ini akan melukai perasaan rakyat Singapura, terutama keluarga korban dalam peristiwa pengeboman MacDonald House di Orchard Road, Singapura pada tahun 1965 lalu.
Usman Harun diambil dari nama dua anggota KKO (Komando Korps Operasi, sekarang Marinir), Usman dan Harun Said yang mengebom MacDonald House di Orchrad Road yang menewaskan tiga orang pada masa konfrontasi dengan Malaysia, pada 1965.
Keduanya dieksekusi di Singapura pada 17 Oktober 1968. Namun, begitu tiba di Tanah Air, keduanya dielu-elukan sebagai pahlawan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Untuk menghormati jasa ketiganya, TNI AL memakai nama mereka untuk menamai kapal barunya.