Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT First Anugerah Karya Wisata alias First Travel resmi berakhir damai alias homologasi, setelah Majelis Pengadilan Niaga Jakarta Pusat memberikan putusan pada Rabu (30/5).
Melalui putusan tersebut, kini First Travel harus melaksanakan upaya restrukturisasi utang sesuai proposal yamg diajukan. Ketentuannya adalah, First Travel memberikan dua opsi bagi jemaah: memberangkatkan jemaah umroh atau mengembalikan dana (refund) yang telah disetor jemaah.
Hanya saja dalam proposal perdamaian tersebut, First Travel minta waktu 6-12 bulan sejak putusan homologasi guna membentuk manajemen baru, dan mempersiapkan segala infrastruktur pelunasan tersebut.
Salah satu pengurus PKPU First Travel Sexio Noor Sidqi mengatakan, tim pengurus PKPU First Travel sebelumnya telah meminta agar waktu tersebut dipercepat guna lebih memberi kepastian atas kewajiban First Travel kepada para krediturnya.
"Kita sempat meminta Andhika dan Annisa agar waktu persiapan dipercepat misalnya dalam waktu 3-6 bulan. Tapi mereka tak bisa beri kepastian," katanya saat dihubungi KONTAN, Kamis (31/5).
Tiga hingga enam bulan awal pasca homologasi, kata Sexio, juga bisa jadi penilaian soal keseriusan dan kemampuan First Travel menjalankan proposal perdamainnya.
"Dalam jangka waktu tersebut bisa dilihat bagaimana keseriusan debitur, jika memang tak ada progres, kreditur bisa memohonkan pembatalan homologasi. Untuk memohonkan pailit," paparnya.
Upaya restrukturisasi First Travel sejatinya tak akan mudah. Sebab, kini First Travel memang sudah tidak beroperasi, tiada investor pula yang hendak membantu operasionalnya.
Aaplagi, para petinggi First Travel juga telah divonis oleh Pengadilan Negeri Depok. Andhika Surachman akan mendekam di penjara selama 20 tahun, Annisa Hasibuan divonis 18 tahun penjara, sementara Kiki Hasibuan 15 tahun penjara.
Sayangnya, selain vonis bagi petinggi Bos First Travel, Pengadilan Negeri Depok juga memutuskan bahwa aset-aset First Travel yang kini disita harus masuk ke kas negara.
"Dari putusan, Majelis Hakim juga menyatakan aset-aset akan dirampas oleh negara. Dan akan dilelang oleh kejaksaan, hasilnya nanti masuk ke kas negara," kata salah satu Jaksa Penuntut Umum Tiazara Lenggogeni saat dihubungi KONTAN, Kamis (31/5).
Meski demikian, opsi homologasi dinilai para kreditur sebenarnya lebih baik dibandingkan kepailitan. Terlebih, dengan kondisi aset yang tak akan kembali kepada kreditur sebab dirampas negara.
Anggi Kusuma Putra dari kantor hukum Ismak Advocateen, yang merupakan kuasa hukum 6.475 kreditur First Travel dengan nilai tagihan senilai Rp 101 miliar menyatakan, opsi homologasi dipilih para kliennya, sebab dengan keadaan pailit, kreditur tak akan dapat apapun.
"Kreditur ingin debitur tetap terikat melunasi kewajibannya kepada kreditur, walaupun mustahil dijalankan. Tapi kalau pailit, klien menganggap semua sudah selesai, dan kreditur tak akan dapat apapun," katanya saat dihubungi KONTAN, Kamis (31/5).
Hal serupa juga dikatakan Ketua Paguyuban Korban First Travel Indonesia, Nadir. Meskipun ia juga menyadari bahwa upaya restrukturisasi oleh First Travel sangat sulit.
"Kita seperti simalakama, damai mereka tentu sulit melaksanakannya, pailit kita tak dapat apa-apa. Tapi jemaah juga masih banyak berharap First Travel akan menunaikan janjinya memberangkatkan jemaah," katanya, Rabu (30/5).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News