Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memprediksi pada kuartal-II 2019, pertumbuhan ekonomi Indonesia belum banyak bergerak. Faktor eksternal dan internal digadang jadi alasan ekonomi Indonesia belum bisa menanjak.
Sebelumnya Indonesia hanya mampu tumbuh 5,07% pada kuartal I-2019. Sementara saat kuartal II-2019 sebesar 5,27%.
Baca Juga: Usaha warga pelosok berkembang karena BBM satu harga
Ekonom MayBank Kim Eng Sekuritas Luthfi Ridho dan Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Muhammad Faisal meramal sama-sama meramal pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1% pada kuartal II-2019.
Luhfi mengatakan inflasi sepanjang bulan April-Juni 2019 memang masih terjaga rendah. Tapi dia mengindikasi bahwa daya beli masyarakat belum sepenuhnya menguat.
Meskipun pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 tidak bisa sekuat tahun lalu, Luthfi memandang setidaknya bisa tumbuh dari kuartal I-2019. Alasannya konsumsi menguat karena ada Pemilu dan momentum Ramadan - Idul Fitri. “Cuma investasi melambat karena menanti hasil Pemilu,” kata Luthfi kepada Kontan.co.id, Jumat (2/8).
Baca Juga: Perlambatan ekonomi AS sudah berdampak ke RI
Sementara Faisal menilai pertumbuhan ekonomi masih bisa tertopang karena konsumsi rumah tangga relatif stabil, dan dirasa akan berkontribusi paling besar. Selain itu, meski investasi belum begitu bergairah, kabar baik dari realisasi investasi Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) membawa angin segar.
Dalam laporan BKMP terkait realisasi investasi sepanjang April-Juli 2019 tercatat sebesar Rp 200,5 triliun, meningkat sebesar 13,7% dibanding periode sama tahun 2018. Namun, batu sandungan kemungkinan berasal dari belanja pemerintah yang meningkat.
Baca Juga: Spekulasi AS pertahankan bunga, rupiah dekati level terkuat tujuh tahun
“Kenaikan gaji, dari sisi defisit kuartal II-2019 terlihat mengalami pelebaran terutama saat April lalu,” kata Faisal kepada Kontan.co.id, Jumat (2/8).
Di sisi lain, Luthfi menambahkan defisit perdagangan masih menjadi momok pertumbuhan ekonomi. Alasannya import masih kenceng, sementara ekspor melempem. “Impor migas masih lebar, ekspor minyak sawit dan batubara makin sempit,” tutur Luhfi.
Akan tetapi, dia tidak memungkiri bahwa situasi tersebut dialami oleh seluruh negara karena terjadi pelemahan ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News