kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Sertifikasi halal UMKM, Kemenkeu masih sinkronisasi dengan omnibus law


Senin, 25 November 2019 / 19:00 WIB
Sertifikasi halal UMKM, Kemenkeu masih sinkronisasi dengan omnibus law
ILUSTRASI. Seorang pekerja menyiapkan makanan di Kedai Yong Bengkalis yang sudah mengantongi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Kota Pekanbaru, Riau, Selasa (9/4/2019). Di situ termpapang logo sertifikasi halal dari MUI


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum merilis peraturan terkait sertifikasi halal bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal itu terjadi karena Kemenkeu masih melakukan sinkronisasi dengan omnibus law.

Kendati, Kementerian Agama (Kemenag) sebelumnya telah menetapkan aturan teknis Jaminan Produk Halal (JPH) melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 2019 yang merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2014, Kemenkeu belum juga merilis peraturan sertifikasi halal.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto mengatakan, Kemenkeu hingga kini masih menyusun Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait ketentuan tarif sertifikasi halal tersebut. 

“PMK tarif JPH saat ini, khususnya yang terkait dengan UMKM, masih dalam proses sinkronisasi dengan omnibus law terkait Pemberdayaan UMKM,” tutur Andin kepada Kontan.co.id, menjawab soal sertifikasi halal, Senin (25/11). 

Pada prinsipnya,  Andin menjelaskan, rancangan aturan tarif sertifikasi halal UMKM dirumuskan untuk memberikan akses dan keberpihakan kepada para pelaku usaha mikro dan kecil.

Omnibus Law UMKM bakal menjadi payung yang memperkuat keberpihakan tersebut, termasuk mendorong tarif yang tidak memberatkan bagi operasional UMKM . 

Namun, Kemenkeu belum mengungkap seperti apa gambaran tarif sertifikasi halal yang akan ditetapkan nantinya. Kemenkeu juga belum mengungkap kapan persisnya PMK terkait tarif sertifikasi halal secara umum akan diterbitkan. 

Adapun selama PMK tarif sertifikasi halal belum diterbitkan, Andin mengatakan, proses sertifikasi halal saat ini masih dapat terus dilayani dengan tarif yang selama ini berlaku (tarif eksisting). 

“Sesuai dengan bunyi pasal 81 pada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 31 Tahun 2019,” pungkasnya. 

Pasal tersebut menyebutkan bahwa dalam hal belum berlakunya peraturan perundang-undangan yang mengatur penetapan besaran atau nominal biaya sertifikasi halal, pengajuan permohonan atau perpanjangan sertifikat halal dilakukan sesuai dengan tata cara yang berlaku sebelum PP tersebut diundangkan.  

Sementara terkait omnibus law UMKM, belum ada diketahui seperti apa isi dan pasal-pasal yang tercakup dalam aturan sapu jagat tersebut. 

Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo mengatakan, saat ini anggota dewan tengah turut mempersiapkan rancangan omnibus law agar bisa masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 sesuai dengan desakan pemerintah. 

“Sepertinya akan menjadi bundle omnibus law, yaitu Cipta Lapangan Kerja dan UMKM. Pembahasannya masih berkembang di Badan Legislasi, termasuk jumlah pasal dan peraturan perundang-undangan yang akan direvisi oleh Omnibus Law ini,” tutur Andreas akhir pekan lalu.

Sertifikasi halal saat ini memang tengah menjadi perhatian pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi pusat produk halal di dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×