kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serikat Petani Indonesia menyebut Bulog tidak maksimal menyerap beras


Selasa, 20 November 2018 / 13:37 WIB
Serikat Petani Indonesia menyebut Bulog tidak maksimal menyerap beras
ILUSTRASI. Penjualan beras di Pasar Induk Beras Cipinang


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terus berulangnya kenaikan harga beras menjelang akhir tahun harusnya menjadi pelajaran bagi Bulog untuk mengantisipasi kenaikan harga. Salah satu sebab minimnya stok beras adalah kurang optimalnya Bulog menyerap beras petani. Padahal, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah meminta Badan ini menyerap beras petani sebanyak mungkin dengan harga Rp 8.030 per kilogram.

Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP SPI), Agus Rusli mengatakan, minimnya penyerapan beras petani juga disebabkan harga pembelian gabah dari pemerintah melalui Bulog lebih rendah dibanding harga di lapangan. "Kami prediksi di akhir tahun ini atau awal tahun, diperkirakan akan kurang juga karena panen kita tidak maksimal," ungkap Agus dalam keterangannya, Selasa (20/11).

Agus berharap, Bulog bisa membeli dari petani dengan harga yang layak. Selain itu, petani harus diberikan insentif dan dukungan. Kemudian Bulog harus menyiapkan gudang penampungan dan pengeringan beras dari petani, agar kualitas berasnya baik dan bisa lama disimpan. Intinya, kata dia, bagaimana memaksimalkan beras dari petani.

Bahkan, menurutnya tidak hanya Bulog, melainkan juga kementerian terkait yang dipimpin oleh Presiden langsung. "Karena memang mandat UU Pangan itu harus dibuat kelembagaan pangan, permasalahan pangan itu harus dipimpin langsung oleh Presiden," kata Agus.

Dia menambahkan, dalam tahun politik seperti saat ini, persoalan pangan harus terjamin. Karena itu, menjadi pertanyaan jika harga beras mahal dan ada defisit. Pendapat Agus bertentangan dengan pernyataan Direktur Utama Bulog Budi Waseso sebelumnya, yang menyebutkan bahwa gudang penyimpanan beras milik Perum Bulog penuh.

Menurut pria yang akrab disapa Buwas itu, gudang berkapasitas 3 juta ton itu tidak mencukupi lagi untuk menyimpan stok beras Bulog. Bahkan, dia mengatakan, Bulog terpaksa harus menyewa gudang lain untuk menyimpan stok beras milik mereka. "Hari ini riil yang tidak bergerak di gudang kita 2,4 juta ton. Kurang lebih ada 500.000 ton beras kita, beras milik negara ini harus kita simpan di luar gudangnya Bulog, hari ini masih kita sewa," kata Buwas.

Senada, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan, Bulog seharusnya antisipatif terhadap kenaikan harga beras. Beberapa daerah, contohnya Riau, bahkan telah menyatakan mengalami defisit beras. Padahal, di sisi lain, stok beras di gudang Bulog melimpah ruang hingga 2,5 juta ton.

"Harusnya diantisipasi. Buat pemetaan di tiap daerah. Kan banyak gudangnya Bulog, bisa dipantau dari tiap gudang di daerah masih aman atau nggak," ucap Ahmad Heri Firdaus, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/11).

Dia bilang, pemetaan menjadi penting agar Bulog tidak sekadar menjadi pemadam kebakaran yang baru menggelontorkan beras ketika harga sudah merangkak naik. Lewat pemetaan, harusnya Bulog bisa memahami gejala stok beras di tiap daerah untuk kemudian memutuskan melakukan operasi pasar atau tidak.

Tidak adanya pemetaan stok beras di tiap daerah juga membuat Bulog tak bisa mengklaim cadangan beras benar berlebih. Heri menjabarkan, bisa jadi jika dilakukan pemetaan secara komprehensif, didapati kebutuhan yang lebih besar. "Belum tentu juga stok 2,5 juta ton di Bulog itu jadinya berlebih. Makanya, perlu pemetaan kebutuhan tiap daerah. Bisa jadi kebutuhannya lebih banyak," imbuh dia.

Saat ini harga beras di semua provinsi sudah melebihi harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 9.450 per kilogram. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategi Nasional, harga beras terendah pada Senin (19/11) terpantau di NTB senilai Rp9.900 per kilogram. Sementara itu, harga beras tertinggi didapati di Sumatera Barat, di mana harga per kilogram beras menembus Rp 14.100.

Guru besar IPB Dwi Andreas menambahkan, pada Agustus 2018 lalu dirinya sempat meminta Bulog agar menahan stok beras sampai September, karena saat itu masih panen. "Tapi harusnya pada Oktober sudah ada langkah seperti operasi pasar. Tanpa terlalu menekan harga di tingkat pedagang," ujarnya.

Menurutnya, Bulog seharusnya menggelar Operasi Pasar pada Oktober dan November ini. "Kenaikan harga beras memang tidak bisa dihindari. Tetapi paling tidak bisa di rem lajunya. Ini saatnya Bulog berperan penting," tuturnya.

Pada Oktober lalu, kata Andreas, pihaknya melakukan kajian dan diketahui harga gabah rata-rata ada di angka Rp 5020 per kilogram. "Itu di Oktober. Nah harga gabah bertransformasi hingga beras yang dibeli konsumen itu sekitar 3 minggu. Berarti ya sekarang-sekarang inilah. Jangan terlambat operasi pasar nanti terus naik. Karena panen sudah tidak ada dan petani sedang bersiap tanam lagi. Kasihan petani juga kalau harga naik terus," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×