kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Serikat pekerja masih kukuh tolak omnibus law cipta kerja klaster ketenagakerjaan


Selasa, 06 Oktober 2020 / 21:02 WIB
Serikat pekerja masih kukuh tolak omnibus law cipta kerja klaster ketenagakerjaan
ILUSTRASI. Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak 'omnibus law' dan mengancam akan melakukan mogok kerja pada 6-8 Oktober 2020.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja resmi disahkan dalam sidang Paripurna DPR yang digelar pada Senin 5 Oktober 2020 kemarin.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menegaskan bahwa secara garis besar pihaknya menolak adanya klaster ketenagakerjaan dilabelin sapu jagat tersebut.

"Kami garis besarnya menolak klaster itu karena apa yang kami perjuangkan selama masuk di tim tripartit hanya ditampung tapi tidak lengkap artinya parsial," ungkapnya saat dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (6/10).

Terdapat empat poin yang dirasa sangat memberatkan yaitu dan tidak diakomodir dari usulan para pekerja/buruh. Diantaranya mengembalikan upah minum ke peraturan sebelumnya, mengenai pekerja kontrak, oitsourching, dan pesangon.

Baca Juga: Menaker ajak serikat pekerja berdiskusi menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja

"Soal kontrak juga kami perjuangkan agar kembali ke peraturan lama tapi ternyata tidak lalu soal outsourcing alih daya kami minta hanya pada sektor tertentu, tapi ternyata dibuka seluas-luasnya hanya perlindungan ditambahi. lalu soal pesangon kami hanya kami bisa bilang ke masyarakat hanya 19 bulan gaji karena yang 6 itu kan dari pemerintah tapi kan uangnya dari mana itu belum pasti," jelas Elly.

Mengenai pesangon, dimana dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah, dengan rincian 19 kali upah ditanggung pemberi kerja dan 6 kali upah ditanggung melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Elly berpendapat bahwa masih belum jelasnya bagaimana aturan 6 kali upah yang akan ditanggung pemerintah nantinya.

"Pertanyaannya adalah dari mana uang itu yang 6 itu, apakah dari buruh, pengusaha atau pemerintah? kalau pemerintah dari anggaran belanja negara dan BPJS Jamsostek uang negara itu dari mana? ekonomi kita lagi seperti ini," ungkapnya.

Senada dengan Elly, Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyebut terkait pesangon merupakan bagian yang diharapkan dari pekerja ketika dia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Terlebih kondisi saat ini dimana tidak mudah dalam mencari kerja.

Baca Juga: Omnibus law diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi, simak rekomendasi sahamnya

Pemerintah memang sudah menjamin dengan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) namun Timboel menyebut bantuannya JKP terdiri dari tiga jenis yaitu bantuan dana, job training, dan job service informasi.

"Apakah JKP dengan bantuan dana pekerja yang ter-PHK akan sama mendapatkan upah seperti dia belum di PHK? Belum juga. Gaji Rp 4,5 juta di Jakarta ketika di PHK belum tentu dapat JKP sama," kata Timboel.

Hitungan BP Jamsostek juga disebut Timboel akan dikhawatirkan berantakan karena adanya split ke program JKP. Timboel menambahkan dengan adanya cipta kerja, operasional yang dihasilkan dari pengembangan dan iuran di BP Jamsostek memotong hasil investasi yang harusnya untuk pekerja digunakan untuk JKP. Demikian juga iuran akan untuk JKP, sedangkan JKP diperuntukan bagi buruh sendiri.

"Jadi yang mau saya bilang sebenarnya pemerintah dan pengusaha tidak kontribusi, yang berkontribusi adalah pekerja ke pekerja lagi," kata Timboel.

Baca Juga: Pengesahan omnibus law cipta kerja berpotensi menekan IHSG pada Rabu (7/10)

Sedangkan terkait poin yang menjadi keberatan OPSI masih berpegang pada masukannya sebelumnya. Diantaranya mengenai PKWT, outsourcing, pengupahan hanya dengan, dan pesangon. Timboel menyebut dengan diposisikannya upah minimum kabupaten/kota dengan kata “dapat” dijelaskan Timboel artinya bisa saja upah minimum kabupaten kota akan digantikan oleh upah minimum provinsi.

Namun terkait cuti, Timboel tetap optimis nantinya akan tetap diatur oleh pemerintah. Misalnya saja cuti haid bagi perempuan jika hal itu dihapus maka dapat melanggaran hak asasi manusia dan dapat menjadi isu internasional jika dihapus.

"Saya optimis akan dipikirkan pasti diatur, cuti haid saya yakin ngga akan dihapus. Kalau dihapus akan jadi isu internasional, ngga akan dihapus pasti akan diatur dalam PP demikian cuti khitanan, jika keluarga yang meninggal, dan lainnya. Ini pasti akan diatur menurut saya," sebut Timboel.

Selanjutnya: UU Cipta Kerja disahkan, saham sektor apa yang layak lirik dalam jangka panjang?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×