Reporter: Yudho Winarto | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Sengketa kepailitan apartemen Djakarta Quess, yang dulu bernama Bintaro City, rupanya belum berakhir. Salah satu pembelinya, Ady Varutha mengajukan upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali (PK) putusan Pengadilan Niaga Jakarta yang menolak kepailitan apartemen tersebut.
"Kami memutuskan untuk mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA) melalui pengadilan," kata Yasri Febrian Marly, Kuasa Hukum Ady, Selasa (26/2). Langkah PK ini diambil batas waktu pengajuan kasasi 14 hari setelah putusan dibacakan sudah lewat. Batas kasasi kasus ini jatuh pada Rabu (27/2) lalu.
Dalam pertimbangan hukumnya, Yasri menjelaskan, pihaknya mengajukan PK ini lantaran menilai majelis hakim telah khilaf dalam memutus sengketa kepailitan tersebut. Pertimbangan hakim menolak permohonan pailit ketika itu lantaran pemohon tidak dapat membuktikan secara sederhana adanya utang jatuh tempo dan kreditur lainnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Advisia Mitra Sugeng Purwanto mengaku sudah mengetahui upaya PK tersebut. Pihaknya pun juga sudah melayangkan kontra memori PK untuk menjawab PK yang diajukan Ady. "Intinya dalam kontra memori PK, kami menegaskan putusan pengadilan sudah sesuai dan tepat," singkatnya.
Sebelumnya, pertengahan Februari lalu, Majelis Hakim yang diketuai Hakim Akhmad Rosidin memutuskan menolak permohoan pailit apartemen Djakarta Quess. Ini karena dalam pembuktiannya tidak bisa secara sederhana menjelaskan adanya utang jatuh tempo dan kreditiur lainnya.
Kasus ini berawal saat Ady memesan dua unit apartemen ke Advisia Mitra dengan tipe studio. Atas pemesanan itu, dia lalu melunasi pembayaran unit 909 tipe studio 1 kamar tidur seluas 31 meter persegi pada 9 Februari 2010 silam. Pembayaran tanda jadi senilai Rp 2 juta, kemudian uang muka (down payment) pada 15 Februari 2010 sejumlah Rp 51,3 juta dan 22 Februari 2010 down payment sejumlah Rp 171,7 juta.
Selanjutnya untuk unit 1209 atau tipe 1 kamar timur luas 31 meter persegi. Ady pun membayar uang muka sebesar Rp70 juta. Mengacu pada Perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB) pasal 5 ayat 5.1, pengembang apartemen berjanji menyelesaikan pembangunan pada September 2011.
Keterlambatan pembangunan dan penyelesaian berhak atas denda sebesar 3% perbulan atas jumlah uang yang diterima pengembang sejak September 2011. Namun, kenyataanya sampai saat ini, apartemen belum jadi. Belum ada penyerahan karena pembangunan baru 40%.
Lantaran ini tidak memenuhi kewajibannya serta mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, kewajiban pengembang ini termasuk dalam kategori utang. Ady pun memilih memailitkan Advisia Mitra.
Untuk meloloskan permohonanya, Ady menyertakan kreditur lainnya yakni Nancy Maharani sejumlah Rp 170 juta, Corry Pietersz Rp 99 juta,dan Jerry Yokie W. Rp 80 juta. Ketiganya juga pembeli apartemen tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News