kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Sektor Pertanian Butuh Investasi Besar


Selasa, 05 Agustus 2008 / 17:19 WIB


Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test

JAKARTA. Pemerintah harus menambah utang luar negeri untuk pembangunan sektor pertanian. Penambahan utang tersebut dibutuhkan karena memang perlu investasi yang sangat besar untuk merevitalisasi pertanian.
 
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa seharusnya investasi untuk sektor pertanian menjadi prioritas dalam APBN sekarang ini. "Harusnya ada keputusan politik untuk investasi pertanian. Karena tidak cukup hanya dengan satu tahun anggaran, minimal harus 5 tahun atau multi years," kata Bayu Krisnamurthi usai seminar tentang pertanian di Jakarta, Selasa (5/8).
 
Jika pemerintah tidak menambah investasi dengan pinjaman itu, maka dikhawatirkan investasi sektor pertanian akan jalan di tempat. Investasi besar-besaran dalam jangka menengah dan panjang harus dilakukan. Bayu menghitung, dibutuhkan investasi kembali sekitar Rp 100 triliun hanya untuk mengembalikan endowment factors Pantura Jawa dalam bentuk infrastruktur dasar kembali ke daya dukung awal 1990-an.
 
Selain dibutuhkan investasi besar-besaran, juga masih dibutuhkan dan perlu dilanjutkan pemberian subsidi untuk mendorong produksi pertanian. Subsidi juga akan mendorong bagi petani atau masyarakat berpendapatan rendah dalam mengembangkan ketahanan pangan.
 
"Dalam hal ini subsidi perlu diberikan secara tepat langsung kepada sasarannya, yaitu petani dan atau masyarakat berpendapatan rendah. Harus dihindari subsidi yang justru menjadi sumber distorsi yang merugikan," katanya.
 
Sekitar Rp 20 triliun akan diberikan pemerintah pada 2009 untuk sektor pertanian dalam berbagai bentuk. Subsidi itu sebagian besar akan dialokasikan dalam bentuk subsidi pupuk yang menjadi mahal karena naiknya harga minyak. Juga terdapat lebih dari Rp 10 triliun untuk subsidi raskin untuk mengamankan harga  komoditi pertanian.

Bayu menambahkan, GDP di sektor pertanian 12%-13%, sementara tenaga kerja pertanian sebanyak 40%-45% dari keseluruhan tenaga kerja. Menurut Bayu, proporsi jumlah tenaga kerja pertanian yang terlalu banyak itu tidak seimbang, sehingga lebih sulit untuk melakukan pemerataan kesejahteraan buat petani. "Idealnya paling tidak GDP pertanian 15% dan tenaga kerja 15%-20% dari total tenaga kerja. Diperlukan industrialisasi pertanian," kata Bayu.
 
Sementara itu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengatakan bahwa peningkatan jumlah penduduk setiap tahun yang sangat besar merupakan kendala untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Ia memaparkan laju pertambahan penduduk 1,3% per tahun dan kebutuhan pangan 139 kg per kapita per tahun. "Penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta pada tahun 2030," kata Anton.
 
Ia mengatakan bahwa Indonesia masih mempunyai potensi untuk mencukupi seluruh kebutuhan pangannya. Potensi lahan sawah mencapai 7,4 juta hektare sedangkan indeks penanaman baru mencapai 1,6 kali dalam setahun. Angka ini masih bisa ditingkatkan hingga 2 kali dalam setahun. Dengan peningkatan itu, maka produktivitas beras akan naik menjadi sekitar 9 juta ton per tahun, sehingga dalam 10 tahun hingga 20 tahun mendatang pasokan beras domestik akan aman. 
 
Produktivitas kedelai

Sementara itu, pengamat pertanian yang juga Guru Besar Universitas Pertanian Lampung, Bustanul Arifin, mengatakan bahwa peningkatan produksi pangan -- termasuk kedelai -- masih sangat diperlukan. "Opsi peningkatan produksi kedelai masih harus terus dilakukan karena sulit diharapkan tercapainya swasembada kedelai pada 2011 apabila areal panen tidak sampai 600.000 hektare," katanya.
 
Menurutnya, produksi kedelai domestik tidak sampai 700.000 hektare dan produktivitas hanya 1,3 ton per hektare atau setengah dari produktivitas kedelai di luar negeri. Untuk itu pengembangan benih unggul tanah kering, varietas kedelai dengan galur murni asli Indonesia, seperti kedelai hitam varietas cikuray dan mallika, diharapkan mampu mendukung pengembangan industri pangan seperti kecap, kuliner dan sebagainya.
 
"Jika pemerintah tetap meneruskan kebijakan liberalisasi perdagangan kedelai dan memberlakukan tarif bea masuk 0%, maka dampak negatif yang ditimbulkan adalah ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai yang semakin besar," kata Bustanul. Mungkin dalam jangka pendek, pengusaha tahu tempe yang bergadung dalam Kopti dan industri kecil lain dapat memperoleh harga riil kedelai yang relatif terjangkau dan mampu menjaga pelaku ekonomi skala mikro dan kecil. Oleh karena itu, ketika produksi di dalam negeri telah mampu mendekati tingkat konsumsinya, maka kebijakan proteksi dapat diterapkan, termasuk mengenakan tarif impor tinggi dan kebijakan kuota sebagai implementasi pencadangan usaha untuk kemajuan industri mikro kecil dan koperasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×