Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan tarif cukai dalam beberapa tahun terakhir terus terjadi. Kebijakan menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga rokok dalam jangka panjang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT).
Kenaikan harga yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak pada kenaikan rokok ilegal dan keberlangsungan IHT serta berpotensi menurunkan penerimaan negara.
Pandangan itu dikemukakan dalam penyampaian hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FEB-UB) dalam Forum Group Discussion bertajuk “Merajut Kebijakan di Sektor Industri Hasil Tembakau yang Berkeadilan”.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Prof.Candra Fajri Ananda, Ph.D mengatakan, Pemerintah perlu melakukan “rembug bersama” dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan peta jalan (roadmap) kebijakan yang berkeadilan.
“Roadmap ini diharapkan menjadi guidance para pengambil kebijakan, sehingga kebijakan-kebijakan terkait cukai IHT ke depan memberikan rasa keadilan dan tetap menjaga kesinambungan IHT,” kata Candra Fajri Ananda dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co.id, Jumat (24/9).
Baca Juga: Pelaku industri kembali meminta rencana kenaikan CHT dibatalkan
Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan meminta pemerintah untuk tidak menaikkan cukai pada tahun 2022.
“Jika pemerintah kembali menaikkan tarif cukai secara eksesif tahun depan, kami khawatir pelaku IHT tidak mampu bertahan yang dampaknya mengancam mata pencaharian hampir 6 juta tenaga kerja dalam mata rantai IHT,” tegasnya.
Menurut Henry, IHT bukan hanya industri yang padat karya namun juga padat aturan. Oleh karena itu, GAPPRI berharap ada roadmap IHT yang berkeadilan yang tidak hanya memberikan kepastian hukum tapi juga memberikan exit strategy bagi IHT.
Asisten deputi ekonomi makro, perencanaan pembangunan, dan pengembangan iklim usaha Sekretariat Kabinet, Roby Arya Brata mendukung perlunya roadmap IHT sebagai jalan tengah untuk memperhatikan semua kepentingan.
“Roadmap itu nantinya berisi tahapan dan besaran kenaikan tarif cukai yang tidak hanya berkaitan dengan kesehatan namun juga fiskal dan non fiskal,” ujarnya.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kemenko Perekonomian Atong Soekirman menyatakan, Kemenko Perekonomian mendukung dibentuknya roadmap IHT dan berharap terjadi komunikasi yang baik dan intensif dengan seluruh pemangku kepentingan.
"Kami berharap di dalam pembentukan roadmap IHT ada komunikasi yang intens duduk bareng dan kalau bisa sudah menyedot tembakau petani sudah berapa banyak. Ini harus duduk bareng,” kata Atong Soekirman.
Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo mengatakan, roadmap IHT sudah sangat banyak, termasuk Kementerian Perindustrian sebenarnya sudah punya roadmap sejak tahun 2009 dan 2015.
Menurut Edy Sutopo, sebenarnya roadmap yang dibuat Kemenperin tahun 2015 sudah mempertimbangkan masalah-masalah seperti pasokan tembakau untuk industri, bagaimana tenaga kerjanya, penerimaan negara, petani dan masalah aspek Kesehatan.
Namun, berdasarkan putusan Mahkamah Agung No 16, roadmap tersebut dicabut. Termasuk harus mencabut Permenperin No.63, karena dinyatakan bertentangan dengan UU Kesehatan dan lain sebagainya.
Karena itu, Edy Sutopo mengusulkan, prinsip penyusunan roadmap IHT masa depan tetap harus ada keseimbangan. Yaitu mempertimbangkan berbagai aspek, baik ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan kesehatan.
Baca Juga: Ekonomi dirasa belum pulih, pelaku IHT tolak kenaikan cukai
Di samping itu juga harus mempertimbangkan karakteristik IHT nasional baik itu penyerapan tenaga kerja yang tinggi, keterkaitan hulu hilir sektor pertanian tembakau dan cengkeh, juga kretek sebagai produk khas Indonesia.
“IHT yang kena cukai ini perlu roadmap untuk arah yang jelas agar iklimnya jelas antara keseimbangan ekonomi dan Kesehatan,” katanya.
Akademisi Universitas Jember, Fendi Setyawan menyoroti banyaknya regulasi yang dibebankan pada IHT. Dalam catatannya, lebih dari 300 regulasi di berbagai tingkatan dan dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintahan untuk mengatur IHT.
“Harmonisasi regulasi penting untuk kelangsungan IHT dan memberi arah yang jelas bagi seluruh stakeholders IHT,” kata Fendi.
Fendi juga mendukung hasil kajian PPKE FEB-UB, yakni perlunya menyusun roadmap dan rencana strategis pertembakauan nasional yang berbasis kesejahteraan petani dan pasar global.
Selain itu, Fendi juga mendorong pemerintah untuk membangun komitmen melestarikan tembakau, rokok kretek, dan pengembangan IHT berbasis sumber daya lokal yang mampu mengaktualisasikan, menjaga nilai-nilai sosial budaya, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
Selanjutnya: Pengurangan bahaya tembakau bisa dipadukan dengan layanan telemedis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News