Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seluruh fraksi dalam Badan Anggaran DPR RI menyepakati hasil pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020.
Jika tak ada aral melintang, naskah anggaran negara tersebut akan disahkan menjadi UU APBN 2020 pada Sidang Paripurna, besok, Selasa (24/9).
Meski begitu, masih terdapat sejumlah kritik dan catatan dari masing-masing fraksi terhadap hasil penyusunan APBN 2020. Mulai dari persoalan target pertumbuhan ekonomi yang tinggi, belanja subsidi energi yang mengecil, hingga prospek penerimaan pajak yang mengkhawatirkan.
Baca Juga: Seluruh fraksi sepakati RUU APBN 2020 untuk disahkan
Anggota Banggar perwakilan fraksi PDI Perjuangan Esti Wijayati, misalnya, mengkritisi keputusan pemerintah menurunkan anggaran subsidi energi sebesar Rp 12,6 triliun dari jumlah sebelumnya dalam RAPBN 2020.
“Turunnya pos belanja subsidi energi ini menjadi keresahan, terutama bagi masyarakat kalangan menengah dan bawah. Pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada publik bagaimana keputusan ini akhirnya diambil,” tutur Esti.
Adapun hampir seluruh fraksi mencermati target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,3% di tahun depan. Perwakilan fraksi Gerindra Sri Meliyana menilai, target pertumbuhan tersebut tidak realistis di tengah tekanan ekonomi global yang terjadi saat ini.
“Bank Dunia juga memprediksi pertumbuhan Indonesia di 2020 hanya 4,9% dengan risiko terkoreksi lebih rendah jika kondisi ekonomi global lebih buruk dari perkiraan,” tutur Sri.
Senada, perwakilan fraksi PAN Sungkono memandang, pertumbuhan ekonomi pada level 5,3% cukup menantang untuk dicapai oleh pemerintah di tahun depan.
Baca Juga: Mandalika peroleh suntikan Rp 1,9 triliun di APBN 2020
Pasalnya, selama periode 2015-2018, pemerintah belum pernah berhasil memenuhi target asumsi pertumbuhan ekonomi dalam UU APBN setiap tahunnya.
“Pertumbuhan investasi harus ditingkatkan karena merupakan motor utama penggerak ekonomi riil. Investasi harus bisa tumbuh dobel digit agar pertumbuhan ekonomi bisa optimal,” ujar Sungkono.
Dari sisi perpajakan, Sri meragukan target pertumbuhan perpajakan yang ditargetkan 13,3% dari outlook 2019. Apalagi, tren tax ratio cenderung menurun dan belum mampu kembali pada level tertinggi pada 2014 yang mencapai 13,7%.
“Tanpa extra effort yang nyata serta kebijakan baru dan cepat, target tersebut mustahil tercapai. Kami mendorong kebijakan pajak untuk transaksi online, serta pembenahan sistem perpajakan termasuk merealisasi pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu,” tutur Sri.
Baca Juga: Belum taat aturan, BPK beri saran untuk pengalokasian DAK Fisik oleh Kemenkeu
Anggota Banggar fraksi Partai Demokrat Wahyu Sanjaya juga mengingatkan, pemerintah perlu melakukan persiapan rencana kontingensi untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan pada tahun depan.
Dengan tren penerimaan pajak yang lesu, serta kondisi perekonomian global yang sulit saat ini, Demokrat memandang, sangat besar kemungkinan terjadi deviasi pada angka-angka asumsi dasar ekonomi makro yang dapat mengganggu stabilitas APBN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News