kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejak 2016, PPATK temukan 4.093 transaksi mencurigakan terkait pendanaan terorisme


Senin, 23 Agustus 2021 / 13:39 WIB
Sejak 2016, PPATK temukan 4.093 transaksi mencurigakan terkait pendanaan terorisme
ILUSTRASI. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengikuti upacara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/5/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/aww.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan, negara yang berisiko tinggi menjadi indikasi sumber pendanaan dan penyaluran dana terorisme yang masuk dan keluar Indonesia adalah negara-negara yang sedang mengalami gangguan keamanan serius dan daerah konflik.

Hal itu berdasarkan hasil penilaian risiko Tindak Pidana Pendanaan Terorisme tahun 2021, dilihat dari peta risiko luar negeri pendanaan terorisme.

Kepala PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan, jaringan teroris pada dasarnya mendapatkan dana dari cara-cara legal maupun ilegal, baik melalui penggalangan dana yang sifatnya digital, transfer, ataupun melalui penggalangan dana tunai seperti sumbangan dan kotak amal.

Metode pendanaan terorisme yang dilakukan dapat lewat penggunaan korporasi/perusahaan, perdagangan obat-obat terlarang, asset virtual, pinjaman online dan aktivitas kelompok kriminal bersenjata.

Baca Juga: Jokowi dorong pembangunan infrastruktur menggunakan bauran pendanaan

Data statistik Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) periode tahun 2016 hingga Mei 2021 menunjukkan ada total 4.093 LTKM terkait Pendanaan Terorisme dan 172 hasil analisis dan informasi terkait Pendanaan Terorisme yang disampaikan kepada pihak-pihak yang terkait.

“Pendanaan terorisme ini memerlukan sebuah pendekatan yang agak berbeda dibandingkan dengan pencucian uang seperti jumlah nominalnya yang cenderung dipecah, sehingga dalam pengungkapannya perlu pendalaman lebih yang membutuhkan peran dari kawan-kawan Kepolisian, BIN, dan lembaga lainnya agar lebih jelas,” ujar Dian dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/8).

Guna memaksimalkan upaya bersama mencegah dan memberantas berbagai potensi aktivitas terorisme di Indonesia, PPATK mengusulkan untuk dilakukan amandemen atas Undang-Undang No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang, dan PP No. 29 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

“Perubahan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas atas penggalangan donasi dan bantuan dari masyarakat. Hal tersebut dapat pula mencegah terjadinya polemik di masyarakat terkait sumbangan-sumbangan yang dihimpun oleh pribadi atau perseorangan,” lanjut Dian.

Di samping itu, agar pengawasan aktivitas terorisme lebih optimal, diperlukan audit terhadap individu dan atau entitas yang melakukan penggalangan donasi untuk domestik maupun luar negeri. Perlu dilakukan verifikasi lebih lanjut terhadap pihak penerima donasi yang berada di luar negeri.

Baca Juga: Jokowi resmikan jalan tol Kelapa Gading - Pulo Gebang

Untuk mewujudkannya, dibutuhkan peran Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam hal pemantauan akun media sosial yang membuka donasi. “Masyarakat perlu lebih berhati-hati dan lebih cermat dalam memberikan maupun menerima sumbangan atau amal. Harus tahu siapa yang memberi dan siapa yang menerima,” terang Dian.

Sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, PPATK dapat melaksanakan fungsi analisis, pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana pendanaan terorisme.




TERBARU

[X]
×