Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan monitoring penyumbang dana kampanye Pemilu Presiden 2014 terhadap dua kandidat pasangan, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas, mengungkapkan, dari monitoring tersebut, pihaknya menyimpulkan pelaporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye Jokowi-JK lebih wajar dibanding Prabowo-Hatta.
"Kalau bicara keseluruhan, akumulasi antara pendapatan belanja dikaitkan kewajaran aktivitas kampanye, penyajian nominal nilai pasangan Jokowi-JK lebih wajar dibandingkan Prabowo-Hatta," ujar Firdaus, di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (18/9).
Berdasarkan data hasil audit dana kampanye yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum, Firdaus menilai, laporan penerimaan dana kampanye Jokowi-JK sebesar Rp 312 miliar dan pengeluaran sebesar Rp 293 miliar. Angka ini dinilainya lebih rasional dibanding laporan dana penerimaan dan pengeluaran Prabowo-Hatta yang hanya sebesar Rp 166 miliar.
Menurut Firdaus, pasangan Prabowo-Hatta diduga tidak melaporkan keseluruhan dana penerimaan maupun pengeluaran pada saat kampanye kepada KPU. Firdaus mencontohkan, pengeluaran untuk biaya beriklan di media massa untuk Jokowi-JK sebesar Rp 151 miliar, sementara Prabowo-Hatta sebesar Rp 88 miliar.
"Iklan di TV misalnya, jika dilihat dari durasi dan intensitas iklan Prabowo-Hatta, harusnya dana pengeluaran operasi lebih besar dari yang dicantumkan di data KPU," kata Firdaus.
Sementara itu, peneliti ICW lainnya, Donal Fariz, mengatakan, Prabowo lebih banyak mengeluarkan dana kampanye pada Pilpres 2009 saat berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri dibanding saat berpasangan dengan Hatta Rajasa. Padahal, kata Donal, biaya pembelian logistik kampanye lebih tinggi tahun ini dibanding pada 2009.
"Di 2009, belanja kampanye Mega-Prabowo sekitar Rp 257 miliar. Di Pemilu 2014, apa logis belanja kampanye di tengah cost politik yang tinggi hanya Rp 166 miliar?" kata Donal.
Namun, ICW memberi catatan bahwa masih ada selisih sebesar Rp 18,3 miliar antara laporan penerimaan dan laporan pengeluaran dana kampanye Jokowi-JK. Sisa dana kampanye tersebut seharusnya dikembalikan ke dalam kas negara.
"Yang 10 miliar diketahui berasal dari dua perusahaan yang sahamnya sebagian dimiliki asing. Tapi, kami belum tahu apakah sudah dikembalikan ke kas negara atau belum. Sekarang masih ada Rp 8,3 miliar yang masih dipertanyakan," kata Firdaus.
Adapun dari sisi administrasi, pelaporan dana kampanye Prabowo-Hatta lebih baik dibanding Jokowi-JK. ICW berpandangan, dengan jumlah transaksi penyumbang Prabowo-Hatta yang hanya 64 transaksi, akan lebih mudah melakukan pendataan identitas dibanding dengan Jokowi-JK yang memiliki jumlah transaksi penyumbang sebanyak 58.000 transaksi.
"Melengkapi identitas 64 penyumbang lebih mudah dibanding melengkapi 58.000 penyumbang. Data dari KPU memang Prabowo-Hatta hanya 64 transaksi. Jokowi-JK 58.000 transaksi," kata Firdaus. (Fathur Rochman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News