Reporter: Adinda Ade Mustami, Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dalam kebijakan pengampunan nasional, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akan membentuk satuan tugas (Satgas) pengampunan nasional. Satgas inilah yang akan memproses dan mengeluarkan kebijakan pengampunan kepada warga negara yang ikut program pengampunan pajak dan pengampunan lainnya.
Satgas Pengampunan Nasional ini termaktub dalam pasal 13 hingga 16 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional hasil pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Salah satu tugas Satgas nanti ialah bekerjasama dengan instansi pemerintah, dan lembaga lainnya untuk menyelenggarakan manajemen data dan informasi untuk melaksanakan Pengampunan Nasional.
Data yang dimiliki Satgas nantinya akan digunakan sebagai basis data nasional. Di dalam draf RUU ini belum ditegaskan, Satgas ini berada di bawah suatu kementerian atau langsung di bawah koordinasi presiden.
Begitu pula, siapa saja yang layak duduk di dalam Satgas. Susunan organisasi, tata kerja, dan pendanaan Satuan Tugas Pengampunan Nasional akan ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
Menurut pengamat pajak Yustinus Prastowo, awalnya RUU Pengampunan Nasional ini merupakan inisiatif pemerintah. Ketika itu, Ditjen Pajak mengusulkan adanya special amnesty. Namun belakangan RUU tersebut menjadi RUU Pengampunan Nasional yang memberikan cakupan pengampunan yang lebih luas kepada Ditjen Pajak.
Perluasan cakupan pengampunan ini menimbulkan pro dan kontra antara Ditjen Pajak dengan Fraksi di DPR RI. Akhirnya, RUU ini diambilalih dan menjadi inisiatif DPR sehingga tetap menjadi RUU Pengampunan Nasional.
Melihat isi RUU ini, Yustinus menilai, RUU ini belum memasukkan ketentuan yang mewajibkan wajib pajak Indonesia untuk menarik aset-aset mereka di luar negeri ke dalam negeri. "Ketentuan ini penting agar kebijakan tax amnesty bisa memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam negeri karena adanya aliran dana dari luar negeri yang disimpan di bank lokal," kata Yustinus.
Selain itu, pemerintah dan DPR perlu membedakan antara wajib pajak yang telah terdaftar dan secara rutin melapor dan membayar pajak dengan wajib pajak yang belum melapor dan tidak membayar pajak. "Jika tidak dibedakan, wajib pajak yang taat merasa tak dihargai," kata Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News